Bisnis.com, JAKARTA -- Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) mengklaim proses pembebasan lahan untuk pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Pelabuhan Patimban sudah sesuai prosedur dan peraturan perundang-undangan yang ada.
Hal ini diungkapkan Direktur Sektor Transportasi KPPIP Dadang Asikin untuk menanggapi adanya penolakan sebagian warga Kecamatan Pusakanagara, Kabupaten Subang, Jawa Barat (Jabar) terkait nilai ganti rugi tanah dalam proyek itu.
“Sebagaimana disampaikan oleh perwakilan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jabar dalam pertemuan tadi, dalam penetapan harga tanah di proyek Pelabuhan Patimban sudah dilakukan oleh tim penilai independen dan sudah mulai diadakan musyawarah," ujarnya dalam pernyataan resmi yang diterima Bisnis, Selasa (25/9/2018).
Menurutnya, BPN tidak turut campur dalam penentuan nilai ganti rugi tersebut. Hal itu menunjukkan bahwa proses yang dilakukan sudah sesuai dengan UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Pada Selasa (25/9), memang diadakan pertemuan antara Komisi V DPR RI, Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan (Kemehub) R. Agus H. Purnomo, dan KPPIP dengan para pemangku kepentingan untuk pembangunan pelabuhan Patimban antara lain Plt. Bupati Subang Atin Rusnatim, Camat Pusakanagara Ela Nurlela, Kanwil BPN Jabar, serta Paguyuban Tani Berkah Jaya Patimban.
Dalam pertemuan tersebut, sebagian warga yang terhimpun dalam Paguyuban Tani Berkah Jaya menyatakan bahwa pada dasarnya mereka sangat mendukung proyek pelabuhan Patimban. Hanya, nilai ganti rugi tanah yang ditetapkan tim penilai independen belum sesuai dengan keinginan sebagian warga yang terdampak.
Koordinator Paguyuban Tani Berkah Jaya Arim Suhaerim menuturkan penetapan nilai ganti rugi tersebut diharapkan mempertimbangkan banyak hal, termasuk proyeksi kenaikan harga tanah setelah pelabuhan itu beroperasi.
“Pada dasarnya kami sangat mendukung adanya proyek ini. Hanya masalahnya pada nilai ganti rugi yang tidak sesuai dengan keinginan sebagian warga terdampak, sehingga merugikan para petani di sini,” terangnya.
Dasar penetapan harga yang digunakan oleh paguyuban tersebut adalah kajian dari lembaga studi peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB).
Padahal, menurut Dadang, Pasal 34 Ayat 1 UU 2/2012 menyatakan bahwa nilai ganti kerugian yang dinilai oleh penilai merupakan nilai pada saat pengumuman penetapan lokasi pembangunan.
“Hal ini tentu harus menjadi pegangan bagi semua pihak agar dapat mencapai titik temu yang memenuhi rasa keadilan,” ucapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo mengaku akan mempelajari hal ini lebih dalam lagi agar dapat mencari solusi yang tepat bagi semua pihak.
“Kita berharap agar segera ditentukan jalan tengahnya agar pembebasan lahan segera tuntas, karena lahan warga yang terkena imbas dari pembangunan Pelabuhan Patimban ini merupakan lahan pertanian yang menjadi mata pencaharian mereka sehari-hari”, jelasnya.
Pelabuhan Patimban merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang digagas pemerintah dengan tujuan untuk mengurangi beban di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta.
Pelabuhan ini ditujukan untuk mendukung rencana pemerintah dalam mendongkrak ekspor non migas, termasuk produk otomotif, dari kawasan Jababeka, Cikampek, Karawang, Subang, dan sekitarnya. Kehadiran pelabuhan tersebut juga diharapkan dapat menjadi stimulator pengembangan wilayah di daerah Subang.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Laut Kemenhub hingga September 2018, dari 120 bidang tanah milik warga, sebagian besar telah menerima hasil penilaian tim penilai pembebasan tanah untuk jalan akses (access road). Dari jumlah itu, 73 bidang tanah telah selesai, 12 bidang sudah masuk dalam usulan pembayaran tahap VI, 8 bidang menolak, dan 5 bidang masih mempertimbangkannya.