Bisnis.com, JAKARTA — Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi Ahmad Erani Yustika memperkirakan neraca perdagangan Indonesia mempu mengalami surplus sekitar US$2 miliar—US$3 miliar pada akhir 2018.
Pernyataan itu disampaikan oleh Erani dalam diskusi dengan sejumlah wartawan di Jakarta pada Rabu (19/9/2018). Pada awalnya, Erani memperkirakan neraca perdagangan Indonesia dapat surplus US$4 miliar pada akhir 2018.
Namun, perkiraan neraca perdagangan surplus US$4 miliar pada akhir 2018 itu dibuat berdasarkan asumsi bahwa neraca perdagangan pada bulan Agustus 2018 netral.
Seperti diketahui, neraca perdagangan Indonesia pada Agustus 2018 yang diumumkan oleh Badan Pusat Statistik menunjukkan posisi defisit sebesar US$1,02 miliar. "[Akhir tahun 2018] kita harapkan US$2 miliar—US$3 miliar," kata Erani.
Menurutnya, salah satu hal yang perlu diapresiasi adalah ekspor non-migas yang menunjukkan tren positif. Berdasarkan data BPS, ekspor non-migas mencapai US$108,69 miliar dalam periode Januari-Agustus 2018 atau meningkat 10,02% dibandingkan dengan ekspor non-migas pada periode yang sebelumnya.
Secara keseluruhan, nilai ekspor Indonesia mencapai US$120,1 miliar dalam periode Januari-Agustus 2018 atau meningkat 10,39% dibandingkan dengan nilai ekspor pada periode yang sama 2017.
Erani mengatakan salah satu pekerjaan rumah saat ini adalah di sektor minyak dan gas. Seperti diketahui, nilai impor minyak dan gas naik sebesar US$385,6 miliar pada Januari-September 2018 atau sebesar 14,5% dibandingkan dengan periode yang sama 2017. Impor migas merupakan salah satu penyebab utama defisit neraca perdagangan Indonesia.
Kendati demikian, Erani juga mengaku senang karena defisit neraca perdagangan berkurang sebesar 50% pada Agustus 2018 menjadi US$1,02 miliar dibandingkan dengan US$2,03 miliar pada Juli 2018.