Bisnis.com, JAKARTA – Guna mencegah konflik lahan dalam proses pemindahan ibu kota ke Palangka Raya, pemerintah diimbau hanya menggunakan lahan milik negara dalam membuka infrastruktur dan permukiman.
Pengamat tata kota Universitas Trisakti, Yayat Supriatna mengatakan pembangunan Palangka Raya sebagai ibu kota memang akan menimbulkan banyak kontroversi di masa depan jika pemerintah salah melakukan perencanaan. Dia pun menegaskan, agar mencegah spekulan tanah mempermainkan harga tanah jelang pembangunan ibu kota, pemerintah perlu memastikan bahwa lahan yang digunakan nantinya adalah lahan negara, bukan lahan masyarakat.
“Jika ada lahan yang mana masyarakat terbukti sebagai pemiliknya, maka mereka perlu segera direlokasikan, supaya mereka tidak rugi. Kalau menggunakan lahan negara itu tidak ada konflik, dan persoalan lahan,” ujar Yayat di Pullman Hotel, Selasa (18/9/2018).
Menurut Yayat, Palangka Raya sebagai ibu kota harus direncanakan sebagai kota yang berbeda dengan karakter kota lain. Kawasan Palangka Raya tidak bisa hanya menjalankan fungsi tunggal sebagai kota pemerintahan jika ingin pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Berkaca dari kawasan Cikarang sampai Karawang yang bisa menyumbangkan Produk Domestik Bruto (PDB) antara 20% sampai 30% karena berkembang sebagai kawasan industri.
“Jika Palangka Raya ingin menjadi pengembangan kota industri dia harus spesifik hanya industri kehutanan, dan kelapa sawit. Jadi disini menjadi kota yang berubah dari konsep petik lalu jual, menjadi petik, olah, baru jual,” jelas Yayat.
Opsi lain yang ditawarkan oleh Yayat untuk mengembangkan Palangka Raya sebagai ibu kota yang ramah bagi masyarakat asli dan bagi pendatang adalah dengan menjadikan fungsi kota sebagai kawasan pendidikan dan pusat riset.
Baca Juga
“Ada pusat penelitian, sebelah industri high tech. Di Kalimantan itu cukup bagus, Balikpapan, karena banyak perusahaan minyak. Jalannya bersih, tata kotanya bagus, maka saya katakan visi kota bagus dan harus tertata,” sambungnya.
Hal senada diungkapkan oleh Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) Airin Rachmi Diany bahwa tata ruang, jaminan bebas konflik lahan, dan konsistensi implementasi adalah kunci mewujudkan Palangka Raya sebagai ibu kota Indonesia di masa depan.
Dia menerangkan, pentingnya pengawasan bersama selama proses pengembangan ibu kota. Alasannya, kerap kali aparat pemerintahan dan stakeholders yakni pihak swasta melanggar komitmen pembangunan dan menimbulkan kesenjangan pembangunan.
“Kadang kita sendiri, pemangku swasta, melanggar tata ruang. Jadi, fungsi pengawasan itu harus komitmen bersama. Banyak kota yang maju berkembang, dan ini mumpung belum sebesar Jawa, maka rencana tata ruang harus serius dan bisa diarasakan tidak hanya setahun tetapi sampai 100 tahun yang akan datang,” terang Airin.
Sebagai Walikota Tangerang Selatan, Airin juga memaparkan pentingnya peran kota penyangga dalam pembangunan ibu kota. Oleh sebab itu, Airin menyambung baik program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dan Kebijakan Satu Peta yang sedang dilancarkan oleh pemerintah pusat dalam rangka sinkronisasi peruntukan lahan. Airin menilai, dua kebijakan ini bisa membantu pemerintah daerah dari kebiasaan tumpang tindih pemanfaatan lahan.
“Nanti ke depannya harus ada pengawasan pasca detail. Mudah-mudahan ini bisa selesai dan membuka peluang investasi di Tangerang Selatan,” sambungnya.