Bisnis.com, JAKARTA — Konsultan meyakini bahwa iklim usaha di industri konsultansi pada tahun depan akan lebih baik sejalan dengan penerapan aturan remunerasi minimal atau billing rate pada tenaga kerja konsultan konstruksi.
Ketua Dewan Pertimbangan Organisasi Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (Inkindo) DKI Jakarta Peter Frans mengatakan bahwa saat ini penerapan regulasi belum optimal karena pengguna jasa dan penyedia jasa masih membutuhkan masa penyesuaian.
Di samping itu, belum ada petunjuk operasional dari asosiasi konsultan terkait dengan sanksi bagi penyedia jasa yang tidak mematuhi besaran remunerasi minimal.
Remunerasi minimal bagi tenaga konsultan konstruksi diatur dalam Keputusan Menteri PUPR No. 897/KPTS/M/2017. Remunerasi minimal dalam beleid ini ditetapkan Rp18 juta sampai dengan Rp77 juta sesuai dengan masa pengalaman, jenjang, dan strata kependidikan.
"Dengan penerapan billing rate [minimal], mudah-mudahan tahun depan sudah tidak ada lagi banting-bantingan harga sehingga iklim usaha juga semakin baik," jelasnya kepada Bisnis di Jakarta, pekan ini.
Frans menekankan bahwa penerapan remunerasi minimal harus selaras dengan sanksi bagi pihak yang melanggar.
Baca Juga
Dia menambahkan bahwa sanksi bagi penyedia jasa yang melanggar diatur oleh tiap-tiap asosiasi perusahaan atau asosiasi profesi untuk kemudian dilaporkan kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Menurut Frans, sanksi administratif yang tegas cukup untuk mengganjar para penyedia jasa yang tidak mematuhi beleid remunerasi minimal.
Dia tidak berharap sanksi yang diberi dalam bentuk daftar hitam karena akan mematikan usaha konsultan.
"Di LKPP [Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah] kan tidak bisa yang 1 tahun—2 tahun tidak beroperasi [ikut lelang]. Jadi, saya pikir tidak sampai blacklist," tuturnya.