Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah mulai menerapkan kebijakan pencampuran 20% biodiesel ke dalam Solar untuk seluruh sektor mulai 1 September 2018.
Bagimana kesiapan terminal bahan bakar minyak (TBBM) Pertamina untuk melakukan pencampuran biodiesel dan Solar.
Ternyata, Pertamina akan mengandalkan enam fasilitas terminal bahan bakar minyak atau TBBM skala besar sebagai tempat pencampuran biodiesel ke dalam Solar untuk didistribusikan ke 52 terminal bahan bakar.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan bahwa 52 terminal BBM yang lokasinya berada di kawasan Indonesia bagian timur tidak mampu melakukan pencampuran bahan bakar nabati yang berasal dari minyak sawit (biodiesel) ke dalam Solar.
Mulai 1 September 2018, Pertamina wajib mencampur seluruh 20% biodiesel ke dalam Solar baik sektor bersubsidi (penjualan Biosolar di SPBU) maupun nonsubsidi (Solar untuk industri, pertambangan, dan sektor lain).
"Kami sudah sepakati dengan pemasok FAME [fatty acid methyl ester/biodiesel], nantinya akan diisalurkan terlebih dahulu ke enam TBBM utama, kemudian dikirim lewat laut ke TBBM. Jadi, dicampurnya di 6 TBBM utama," tuturnya saat meninjau pelaksanaan program B20 di SPBU Coco Kuningan, Jakarta, Senin (3/9).
Dia mencontohkan, salah satu TBBM utama yang digunakan sebagai pencampur FAME dan Solar ialah TBBM Wayame. Di TBBM tersebut nantinya menyalurkan ke 12—14 terminal yang lebi kecil.
Menurutnya, saat ini infrastruktur yang ada di 52 TBBM belum semuanya memadai untuk mencampur biodiesel dan Solar. Namun, pihaknya berjanji untuk membangun infrastruktur dengan standar yang sama.
"Kami tidak hanya bisa mengandalkan TBBM yang besar untuk kebutuhan di Papua karena nanti pasti meningkat. Kami pun akan bangun infrastruktur di sana," tegasnya.
Dari total 112 TBBM yang dimiliki perseroan, sebanyak 60 terminal sudah mendapatkan suplai FAME dan sudah menyalurkan B20 bersubsidi. Pertamina juga telah menyampaikan data kebutuhan biodiesel untuk tiap TBBM per bulan kepada produsen bahan bakar nabati tersebut.