Bisnis.com, JAKARTA - Penerimaan negara di sektor minyak dan gas bumi (migas) 2018 hingga semester I lebih tinggi US$3,5 miliar dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Penerimaan migas tersebut merupakan total bagian negara maupun bagian kontraktor migas yang 2018 semester I ini tercatat sebesar US$17,3 miliar atau lebih besar dari periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebesar US$13,8 miliar, berdasarkan data yang dihimpun Antara dari Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (31/8/2018).
Selain peningkatan penerimaan tersebut, tren efisiensi hulu migas makin terlihat dari waktu ke waktu. Sejak 2017 penerimaan negara dari migas lebih tinggi dari cost recovery. Berbeda dengan 2 tahun sebelumnya di mana cost recovery lebih tinggi dari penerimaan negara.
Ke depan, efisiensi hulu migas akan makin dapat terlihat seiring dengan diterapkannya kontrak migas skema gross split yang menggantikan skema cost recovery yang mulai diterapkan 2017. Hingga saat ini sebanyak 25 kontrak migas sudah menggunakan skema gross split.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar sempat mengungkapkan, dari 25 kontrak migas gross split, pemerintah berhasil mengantongi komitmen kerja pasti sekitar US$1,75 miliar atau Rp25 triliun dan bonus tanda tangan sebesar US$854 juta atau Rp12 triliun.
Dari 25 blok migas gross split tersebut, sembilan di antaranya merupakan hasil lelang blok migas 2017 dan 2018. Kondisi tersebut menandakan kontrak migas gross split disambut baik oleh para investor, mengingat lelang blok migas 2015 dan 2016 dengan skema cost recovery tak diminati investor sama sekali.
Baca Juga
Secara umum, Arcandra menegaskan gross split mampu mendorong efisiensi bisnis hulu migas di Indonesia, terutama dalam hal proses bisnis. Hal ini selain tidak membebani keuangan negara, gross split mampu mengurangi waktu dalam pengambilan keputusan bisnis tanpa menghilangkan kendali negara.
Kendati demikian, Arcandra mengakui sistem gross split akan terlihat manfaatnya secara utuh pada jangka panjang. "Bisa dilihat lima sampai sepuluh tahun mendatang," ujar Arcandra.
Pada kesempatan yang sama Wamen Arcandra juga menyampaikan pemerintah terus berupaya untuk mengurangi impor minyak.
Rencananya pemerintah akan meminta kontraktor migas untuk menjual migas bagian kontraktor tersebut ke dalam negeri. Selain itu, pemerintah juga terus mendorong pembangunan kilang baru dan revitalisasi kilang nasional.
Untuk mengurangi impor BBM, pemerintah juga menerapkan perluasan kebijakan pencampuran biodiesel dalam BBM solar sebesar 20% (B20) yang diberlakukan tidak hanya BBM bersubsidi dan penugasan tapi juga untuk BBM non-subsidi. Mulai diwajibkan per 1 September 2018.
Potensi penghematan devisa dengan diberlakukannya kebijakan B20 tersebut mencapai US$2 miliar dengan volume 4 juta kilo liter tahun ini dan US$4 miliar dengan volume 6,4 juta kilo liter mulai tahun depan.
Peran Kementerian ESDM, lanjut Arcandra, diharapkan dapat terus mendorong pembangunan nasional dan multiplier effect yang jauh lebih besar lagi.