Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah berencana memperluas mandatori biodiesel 20% (B20) ke sektor nonsubsidi pada 1 September 2018.
Salah satu operator bus dan juga anggota Organisasi Angkutan Darat (Organda), Kurnia Lesani Adnan dari PO SAN Putra Sejahtera menilai kebijakan pemerintah soal B20 bertolak belakang dengan perkembangan teknologi otomotif saat ini.
Berdasarkan pengalamannya, saat ini armadanya menggunakan solar B10 dan bisa membuat performa mesin bus mengalami problem, misalnya, terjadi blocking pada filter atau penyaring BBM (solar).
Ketika terjadi blocking pada filter maka risiko kecelakaan sangat tinggi. Ketika bus dalam posisi jalan menanjak dengan kecepatan tinggi, jika kualitas solar tidak sesuai dengan kriteria mesin membuat tenaga mesin menjadi turun/low compretion secara mendadak akibat filter BBM tersumbat yang diakibatkan terjadinya blocking karena gel.
“Saat ini kami menggunakan solar B10, dan harus sering mengganti filter BBM lebih cepat dari jadwal yang direkomendasikan oleh pabrikan (15.000km). Bisa dibayangkan jika kami sebagai operator lalai akan hal ini,” kata dia, Senin (27/8/2018).
Selain itu, dia juga mengkhawatirkan campuran FAME atau bahan baku dari B20 dengan solar tidak konsisten. Bisa saja, menurutnya, di daerah tertentu nantinya campuran tersebut lebih banyak FAME di atas 20 persen.
Lebih jauh, dia mengatakan pertumbuhan infrastruktur yang sangat pesat membuat pihaknya harus merubah spesifikasi kendaraan bus dengan berkapasitas mesin besar dan minimal semua sudah berstandar euro 3.
Sementara memasuki 2020, pemerintah mencanangkan standar Euro 4. Saat ini bus berstandar Euro 2 saja, menurutnya, sudah kesulitan solar B10.
“Kami minta pemerintah bersikap realistis dalam membuat kebijakan. Saat ini supply BBM solar sudah mulai langka. Seperti di Bengkulu bus kami antre mulai jam 7.00 baru dapat diisi pukul 16.00. Apa yang di harapkan pemerintah?” jelasnya.