Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memiliki sejumlah catatan terkait penerapan Jembatan Timbang (JT) menyusul peninjauan ke salah satu Unit Pelaksanaan Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB/Jembatan Timbang) di Bolonggandu, Kabupaten Karawang, Senin (20/8/2018) lalu.
Staf Ahli Bidang Logistik, Multimoda, dan Keselamatan Perhubungan Kemenhub Cris Kuntadi mengatakan sejumlah catatan tersebut telah disampaikan kepada Dirjen Perhubungan Darat Budi Setiyadi.
Dia mengatakan secara umum kinerja UPPKB/Jembatan Timbang (JT) di wilayah Jawa Barat itu cukup baik, namun agar lebih meningkat diperlukan beberapa pertimbangan.
Pertama, menurutnya, lokasi JT perlu ditambah pada jalur-jalur ramai angkutan barang. Apabila terdapat JT pada lokasi yang kurang ramai sebaiknya bisa segera dialihkan.
"Kedua, jalur angkutan barang atau truk yang untuk sementara tidak ada JT seperti Bogor-Sukabumi, dapat dilaksanakan operasi dengan JT portable lebih sering," katanya, Rabu (22/8/2018).
Selain itu, dia mengatakan ada kecenderungan truk melalui jalan yang tidak terdapat JT terutama jalan tol. Oleh karena itu, perlu kerja sama dengan PT Jasa Marga agar jalan tol juga dapat memasang JT yang bekerja sama dengan Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD).
"Ini perlu diatur mekanismenya. Peralatan dan biaya operasi sebisa mungkin atas beban PT Jasa Marga," ujarnya.
Dia juga menambahkan bahwa penimbangan, menurut informasi, dikecualikan bagi mobil kontainer dan tangki BBM. Jika benar adanya, perlu dipertimbangkan perlakuan yang sama agar ada asas keadilan.
"Kontainer dan mobil tangki BBM mestinya juga diperlakukan sama, harus masuk jembatan timbang," katanya.
Cris mengatakan UPPKB jika memungkinkan dapat dilengkapi dengan peralatan bongkar muat yang tentunya dapat dikerjasamakan dengan pihak lain untuk mempercepat proses bongkar muat.
Selain itu, penandaan truk over dimensi juga sebisa mungkin dapat ditandai secara jelas guna mengingatkan pemilik truk sekaligus sosialisasi kepada pemilik truk lainnya.
Terakhir, menurut dia seharusnya truk yang melanggar over dimensi over load (ODOL) semakin sedikit. Jika kecenderungan truk yang terkena tilang justru meningkat, maka perlu dilakukan cara atau sanksi yang bisa memberi efek jera.
"Misal, pengenaan sanksi progresif untuk kelas kendaraan, misal kelas 1 denda maksimal Rp500 ribu, kelas 2 Rp2,5 juta dan kelas 3 Rp5 juta," ungkapnya.
Adapun saat peninjauan itu berlangsung, dia mengatakan setidaknya ada sekitar 17 kendaraan dari 90 kendaraan yang masuk JT terkena tilang.
Direktur Pembinaan Keselamatan Ahmad Yani mengatakan tahun ini Kemenhub kembali menargetkan untuk mengaktifkan 43 JT yang tersebar di seluruh Indonesia. Saat ini, terdapat 11 jembatan yang sudah beroperasi.
"[Target] Agustus bisa 22 [jembatan timbang], September sudah 43 se-Indonesia. Tahun depan sudah 92, dan letaknya pas di daerah perbatasan," ungkapnya beberapa waktu lalu.