Bisnis.com, JAKARTA – Tingkat upah di Zona Euro meningkat dan memberikan dukungan terhadap pandangan Bank Sentral Eropa (ECB) bahwa sekarang ini merupakan waktu yang tepat untuk mengubah alur kebijakan.
Berdasarkan data terbaru yang dikutip Bloomberg, tingkat upah kolektif Zona Euro naik menjadi 2,2% pada kuartal II/2018, atau terkuat sejak 2012. Pada kuartal sebelumnya, tingkat upah hanya mencapai 1,7%.
Ekonom menilai, hal itu menjadi bukti bahwa pasar pekerja di Zona Euro, di mana tingkat pengangguran berada di level terendahnya selama hampir sedekade, mulai membawa pengaruh kepada pembayaran upah yang dapat menguatkan inflasi.
“Periode tingkat inflasi inti berfluktuasi di sekitar 1% tampak akan berakhir. Pernyataannya sekarang adalah seberapa cepat [infalsi] akan naik,” kata Ralph Solveem. Ekonom di Commerzbank, Frankurt, Jerman, seperti dikutip Bloomberg, Rabu (22/8/2018).
Commerzbank menunjukkan, perolehan tingkat upah tersebut ditopang oleh Jerman, di mana kesepakatan industri konstruksi dan logamnya berhasil mengangkat tingkat upah kolektif sebanyak lebih dari 3%.
Adapun, membaiknya tingkat upah tersebut menjadi berita baik bagi pembuat kebijakan ECB yang belakangan ini mendapatkan terpaan dari tingginya yield obligasi di Italia dan krisis keuangan di Turki. Pasalnya, kedua situasi tersebut dikhawatirkan dapat merusak sentimen di Zona Euro.
Sebelumnya ECB mengumumkan pada Juni bahwa otoritas moneter Zona Euro tersebut siap menghentikan program pembelian obligasinya pada akhir tahun dengan harapan inflasi dapat terkerek pada saat itu.
Bloomberg Economics pun memperkirakan akan ada kenaikan secara gradual untuk tingkat inflasi inti Zona Euro ditopang oleh menguatnya pertumbuhan tingkat upah tersebut.
Selain itu, para pembuat kebijakan juga akan semakin lega pada Kamis (23/8/2018) karena data indeks pembelian manajer (Purchasing Managers’ Index/PMI) Zona Euro untuk Agustus akan dirilis dengan proyeksi ada kenaikan. Di hari yang sama, ECB juga akan mengeluarkan hasil pertemuan kebijakannya pada 26 Juli 2018..