Bisnis.com, JAKARTA— Kerja sama dagang bebas multilateral Free Trade Area of the Asia Pacific (FTAAP) menjadi salah satu fokus perundingan yang akan dilakukan dalam sidang Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) pada 14-17 November 2018.
Direktur Perundingan APEC dan Organisasi Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Deny W. Kurnia mengatakan, FTAAP akan menjadi fasilitas untuk mencapai kawasan Asia-Pasifik yang lebih maju, berdaya saing, terintegrasi dan terkoneksi, serta bebas dan terbuka di berbagai sektor ekonomi.
“Meskipun belum ada kesepakatan kapan cita-cita tersebut diwujudkan, namun pada tahun 2016 para Pemimpin APEC telah menyepakati Program Kerja di Lima, Peru, agar APEC dapat mempersiapkan segala sesuatunya secara rinci,” katanya, seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima Bisnis.com, Senin (20/8/2018).
Pembahasan FTAAP yang ditargetkan dapat dilaksanakan pada 2025, lanjutnya, dapat dinegosiasikan di luar APEC. Seperti diketahui, pakta dagang bebas negara kawasan Asia-Pasifik tersebut, mendapat dukungan yang besar dari salah satu negara ekonomi utama Asia, yakni China.
Selain membahas mengenai FTTAP, Deny menyebutkan, forum Komite Perdagangan dan Investasi (CTI) APEC yang digelar pada 15—16 Agustus 2018 tersebut juga membahas mengenai dukungan terhadap sistem perdagangan multilateral dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), integrasi ekonomi regional, ekonomi internet-digital dan niaga elektronik (niaga-el).
Selain itu, lanjutnya, pertemuan ini juga membahas internasionalisasi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), fasilitasi perdagangan, serta konektivitas kawasan.
“Hasil perundingan CTI akan menjadi landasan perumusan deklarasi APEC di tingkat Menteri dan Kepala Pemerintahan yang akan bersidang di Port Moresby, PNG pada 14-17 November 2018 mendatang,” paparnya.
Deny mengatakan, APEC diharapkan dapat menjadi ajang mengurangi suasana panas perdagangan global. Menurutnya, dengan format perundingan yang lebih rileks, keputusan-keputusan APEC tidak begitu mengikat sehingga anggota lebih leluasa untuk memenuhi komitmen yang dijanjikan, sesuai dengan kapasitasnya.
Deny menjelaskan keluaran perundingan APEC salah satunya berupa komitmen politik para kepala pemerintahan dan menteri melalui deklarasi-deklarasi yang disepakati. Nantinya, deklarasi tersebut akan dihasilkan berbagai kesepakatan berupa cetak biru, peta jalan, atau kerangka kerja APEC.
Terpisah, Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Shinta W. Kamdani mengapresiasi upaya negara anggota APEC untuk melanjutkan pembahasan pementukan FTAAP. Menurutnya, pakta dagang bebas multilateral itu akan menjadi instrumen yang baik untuk mendongkrak ekonomi negara anggota yang mayoritas berstatus negara berkembang.
“Bagi Indonesia, FTAAP ini menjadi peluang baik untuk aksesbilitas produk dan ekonomi domestik Indonesia. Mengingat besarnya besarnya potensi pasar Asia-Pasifik, yang mencapai 40% dari perekonomian global,” tegasnya.
Seperti diketahui, anggota ekonomi APEC terdiri dari Australia, Brunei Darussalam, Filipina, Kanada, Chile, China, Hong Kong, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Peru, Papua Nugini, Rusia, Singapura, Taiwan, Thailand, AS, dan Vietnam.
Data Sekretariat APEC menunjukkan bahwa pada tahun 2016 anggota ekonomi APEC mewakili 39% penduduk dunia (2,8 miliar), 48% dari perdagangan global (US$20 triliun) dan 59% dari total riil GDP dunia (US$43 triliun)