Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan akan menggulirkan kembali program tol udara dengan mengalokasikan anggaran senilai Rp600 miliar hingga Rp700 miliar per tahun untuk angkutan penerbangan perintis.
Sasaran program tol udara ini adalah menjamin ketersediaan barang dan untuk mengurangi disparitas harga bagi masyarakat, serta menjamin kelangsungan pelayanan penyelenggaraan angkutan barang ke daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan.
Namun, program tol udara harus bisa sesuai dan tepat sasaran agar keinginan pemerintah untuk mencapai dua kenginan tersebut bisa terlaksana.
DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) memiliki catatan tersendiri bagi program tol udara. Ketua Umum DPP ALFI Yukki Nugrahawan Hanafi mengatakan selain bicara jenis modanya, juga harus sejalan dengan pola arus barangnya (Supplychain).
"Hal ini sangat penting agar subsidi terhadap tol laut maupun tol udara tepat sasaran," katanya kepada Bisnis, Kamis (19/7/2018).
Yukki mengatakan DPP ALFI sangat mendukung program tol udara mengingat ada beberapa wilayah khususnya di Indonesia timur yang sangat membutuhkan dan tidak ada jalan darat yang menjangkau daerah tersebut.
Baca Juga
Namun, sejak awal dia mengusulkan terkait tol laut maupun tol udara diidentifikasi jenis komoditi apa yang hendak dibawa sehingga dapat menurunkan disparitas harga. "Usulan kami tentunya adalah kebutuhan pokok masyarakat," ujarnya.
Dia mengingatkan jangan sampai biaya transportasi dapat turun, karena melalui skema subsidi, tapi tidak berpengaruh terhadap penurunan harga barang.
"Jangan pada akhirnya biaya transportasinya turun tetapi barangnya sendiri tidak ada penurunan bahkan disparitas tetap terjadi," jelasnya.
Untuk itu, dia menyarankan adanya kerja sama strategis antarkementerian juga lembaga termasuk pemerintah daerah setempat untuk menangani hal tersebut.
Sebelumnya, Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Agus Santoso mengungkapkan program tol udara merupakan perintah Presiden Joko Widodo pada akhir tahun 2016. Tol udara merupakan kelanjutan dari program tol laut.
“Program ini tujuannya agar barang-barang yang telah diangkut oleh kapal dalam tol laut akan dilanjutkan ke daerah-daerah tujuan perintis menggunakan pesawat udara,” katanya.
Program tol udara, Kata Agus, merupakan perwujudan program Nawacita Pemerintahan Joko Widodo. Terutama Nawacita ke-3 yaitu Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
Program itu juga terkait dengan Nawacita ke-7, yaitu mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
Menurut Agus, ada dua sasaran dari program tol udara ini. Pertama, menjamin ketersediaan barang dan untuk mengurangi disparitas harga bagi masyarakat.
Kedua, menjamin kelangsungan pelayanan penyelenggaraan angkutan barang ke daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan.
"Harga kebutuhan pokok yang tinggi di pedalaman itu karena biaya operasional transportasinya yang mahal. Oleh karena itu, kami memberikan subsidi biaya operasional kepada maskapainya, sehingga tarif transportasi rendah dan barang yang diangkut juga tidak naik harganya, ujar Agus.
Subsidi yang diberikan oleh Ditjen Hubud, kata dia, mencapai sekitar Rp600 miliar sampai Rp700 miliar per tahun. Subsidi diberikan kepada maskapai yang lolos seleksi untuk menjadi operator tol udara tersebut.
Adapun lima maskapai penerbangan perintis terlibat dalam program tersebut, salah satunya Susi Air.
Hingga saat ini sudah dilaksanakan program tol udara di tiga tempat, yaitu Papua, Kalimantan dan Sulawesi. Terdapat lebih dari 51 daerah atau distrik di pedalaman Papua, Kalimantan dan Sulawesi yang menjadi tujuan tol udara ini.
Sebagai contoh di Papua, tol udara dilakukan di antaranya dari kota Timika, Wamena dan Yahukimo menuju daerah dan distrik di Korupin, Puncak Jaya dan sebagainya.
Program tol udara diperlukan karena keterbatasan sarana dan prasaran penerbangan di daerah terpencil seperti landasan pacu (runway) dan daya angkut pesawat.