Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Indonesia dan Perancis melakukan pertemuan teknis untuk membahas keselamatan penerbangan kedua negara pasca pencabutan larangan terbang dari Uni Eropa.
Dirjen Perhubungan Udara Agus Santoso mengatakan pertemuan bertajuk Director General Remarks on 3rd Steering Committee Meeting Indonesian – French Technical Cooperation tersebut merupakan pertemuan lanjutan dari kesepakatan kerjasama teknis yang telah ditandatangani di Kantor Director General of Civil Aviation (DGCA) di Paris pada 27 November 2017.
"Kami duduk bersama untuk membangun kerangka hukum kerjasama internasional yang kuat antara Indonesia dan Perancis dalam membangun perbaikan keselamatan penerbangan indonesia yang berkelanjutan," kata Agus dalam siaran pers Kamis (5/7/2018).
Dia menambahkan pertemuan teknis lanjutan tersebut untuk meninjau dan menetapkan proposal program pendukung berikutnya dalam hal perbaikan keselamatan penerbangan Indonesia.
Pihaknya selalu berkomitmen untuk membangun dan meningkatan keselamatan berkelanjutan dengan domain utama pengawasan, kepatuhan dan berbasis risiko dengan peningkatan kompetensi melalui Pelatihan (OJT) Inspektur, sehingga tidak terkena larangan terbang Uni Eropa lagi.
Dalam kesempatan tersebut, Agus menyatakan terima kasih atas bantuan DGCA Perancis dalam pelaksanaan sistem pengawasan keselamatan penerbangan, sehingga Indonesia berhasil mendapat nilai yang sangat baik dalam audit Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO).
Perancis, lanjutnya, juga berperan dalam mempersiapkan Komite Keselamatan Udara untuk mengusulkan penghapusan semua maskapai penerbangan Indonesia dari Daftar Keselamatan Udara (larangan penerbangan) Uni Eropa. Terlebih, penghapusan daftar tersebut menjadi prioritas tertinggi Ditjen Hubud.
Daftar Keselamatan Udara Uni Eropa adalah salah satu instrumen utama UE untuk terus menawarkan tingkat keamanan udara tertinggi kepada masyarakat Eropa. Daftar ini tidak hanya membantu menjaga tingkat keselamatan yang tinggi di UE, tetapi juga membantu negara-negara yang terkena dampak untuk meningkatkan tingkat keselamatan mereka, agar dikeluarkan dari daftar tersebut.
Selain itu, Daftar Keselamatan Udara UE telah menjadi alat pencegahan utama, dan memotivasi negara-negara dengan masalah keamanan untuk menindaklanjutinya sebelum terkena larangan.
Pada kesempatan yang sama, Agus juga berterima kasih kepada Airbus Industry yang telah mendukung kerja sama tersebut. Indonesia memiliki hubungan yang baik dengan Airbus, sehingga dipercaya akan memberikan keselarasan antara regulator dan industri untuk menjaga keselamatan penerbangan.
Sementara itu, pengamat penerbangan Alvin Lie menyebut perbaikan keselamatan tidak hanya dilakukan oleh regulator dan maskapai. Sektor lain seperti bandara dan navigasi harus mampu ikut mendukung.
"Pengembangan juga harus dilakukan oleh AirNav Indonesia dari sisi pengembangan kapasitas pelayanan baik kualitas infrastruktur hingga SDM. Di sisi lain, pengelola bandara diharapkan mampu terus menambah kapasitas dan kualitas pelayanan," kata Alvin.
Menurutnya, baik sisi udara seperti landasan pacu (runway), landasan penghubung (taxiway), dan parkir pesawat (apron) maupun gedung terminal menjadi dua hal utama. Pembangunan dan pengembangan harus sesuai dengan standar keselamatan internasional.
"Pemeriksaan keamanan bandara, untuk mencegah hal yang dapat membahayakan penerbangan, juga tidak boleh terlupakan. Apalagi beberapa waktu lalu banyak bomb joke yang merugikan," ujarnya.