Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan pengamat berpendapat pelaksanaan mudik angkutan laut tahun ini masih ini masih menyisakan cela dengan adanya kecelakaan kapal yang merenggut korban jiwa.
Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi menilai pengawasan terhadap kapal nonkonvensi atau kapal tradisional masih lemah. Hal itu tercermin dari sejumlah kasus kecelakaan kapal yang terjadi dalam satu pekan terakhir.
"Transportasi laut itu seperti tidak diperhatikan. Padahal, bagi sebagian masyarakat, mereka tidak punya pilihan lain," ujarnya kepada Bisnis, Rabu (19/6/2018).
Sebagaimana diketahui, dua hari menjelang Idulfitri, KM Arista tenggelam saat berlayar menuju Pulau Barang Lompo dari Pelabuhan Paotere, Makassar. Badan Search and Rescue Nasional (Basarnas) melansir, sebanyak 73 orang menjadi korban dan 16 orang diantaranya dinyatakan tewas.
Di Danau Toba, KM Sinar Bangun juga tenggelam pada 18 Juni 2018 dan hingga kemarin 94 penumpang belum ditemukan sedangkan 18 orang dinyatakan selamat dan 1 orang ditemukan tewas. Pencarian korban kian sulit karena KM Sinar Bangun tidak memuat manifes penumpang.
Siswanto menekankan, pengawasan terhadap kapal nonkonvensi harus lebih tegas dibandingkan dengan kapal-kapal konvensi yang sejak awal dibangun memiliki spesifikasi lebih ketat. Dia mengusulkan agar perubahan yang radikal untuk membenahi kapal-kapal nonkonvensi, terlebih Indonesia sudah memiliki standar kapal non konvensi (SKNK) sejak 2009.
Secara umum, jumlah pemudik yang menggunakan moda angkutan laut hingga H+2 Idulfitri 1439 Hijriah mencapai 1,02 juta penumpang atau naik 4,27% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Dari 52 pelabuhan yang dipantau, Batam masih menjadi pelabuhan embarkasi dan debakarsi terbanyak, masing-masing 161.473 orang dan 127.281 orang.