Bisnis.com, JAKARTA – Rencana pemerintah menggenjot kinerja ekspor agar terus meningkat, baik dari sisi volume maupun nilai, layak diapresiasi. Berbagai upaya untuk mencapai hal tersebut terus dilakukan hingga saat ini.
Kerja keras tersebut juga perlu didukung sepenuhnya tidak hanya oleh instansi yang terkait dengan pemerintah, tetapi juga dukungan dari mitra kerja dan pengusaha nasional. Dengan upaya bersama ini, target untuk memacu ekspor bisa terealisasi.
Menggenjot ekspor penting dilakukan karena kegiatan eskpor, selain akan menambah devisa negara, juga dapat membuka lapangan kerja baru sehingga kesejahteraan masyarakat turut meningkat.
Dalam hal kegiatan yang berorientasi ekspor, ada pekerjaan rumah yang harus kita selesaikan bersama-sama. Untuk meningkatkan volume ekspor, maka seyogianya daya saing produk ekspor Indonesia harus terus ditingkatkan.
Ketika produk-produk kita berdaya saing yang tinggi, akan lebih mudah untuk meningkatkan volume dan nilai ekspor nasional. Namun, upaya peningkatan daya saing produk ini juga harus diikuti dengan kenaikan kualitas maupun kuantitas infrastruktur pendukung.
Pemerintah memang begitu gencar mendorong pembangunan infrastruktur berupa pelabuhan dan sarana penunjang, khususnya seperti akses jalur darat dari dan ke pelabuhan. Upaya ini tentunya harus terus dijaga dan ditingkatkan pada masa mendatang.
Apabila jalur menuju pelabuhan lancar serta sarana dan prasarana penunjang pelabuhan semakin meningkat kualitas dan kuantitasnya, biaya yang dikeluarkan produsen juga lebih efisien dan kompetitif dibandingkan dengan negara tetangga lainnnya.
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi saat ini adalah menciptakan produk-produk baru yang dapat menjadi andalan ekspor. Produk-produk baru ini juga diharapkan berbasis bahan baku lokal dan tentunya dibutuhkan oleh negara lain.
Dengan mengandalkan bahan baku lokal, seperti minyak kelapa sawit, sagu, hasil laut, dan sebagainya, maka produk-produk ekspor kita akan memiliki competitive advantage yang lebih tinggi. Produk-produk pertambangan juga masih dapat diandalkan seiring dengan kenaikan harga di pasar dunia.
Selain itu, para pengusaha juga dapat membantu dengan meningkatkan kapasitas produksi dari manufaktur yang sudah berorientasi ekspor melalui berbagai skema, baik itu permodalan maupun bantuan teknis pemasaran.
Biaya logistik secara perlahan dapat ditekan melalui gencarnya pembangunan infrastruktur pendukung dan pemangkasan jalur birokrasi. Kendati hasilnya belum terlalu maksimal, ini masih dapat terus ditingkatkan.
Kehadiran kapal-kapal dengan rute direct call kepelabuhan utama untuk mengangkut barang-barang ekspor merupakan sebuah terobosan yang akan membantu kelancaran arus transportasi produk-produk ekspor agar tiba di pelabuhan tujuan sedikit lebih cepat dibandingkan dengan melalui transshipment.
VOLUME EKSPOR
Apa manfaat direct call dan apakah dengan adanya direct call akan otomatis meningkatkan volume ekspor?
Ditinjau dari sisi operator kapal, sebagaimana paradigma ship follows the trade, kapal akan datang jika tersedia volume muatan yang secara justifikasi memungkinkan untuk “call”.
Apalagi, jika ini disertai dengan sarana dan prasarana pelabuhan yang memadai walaupun masih di tingkat standar. Operator atau ship owners akan menghitung berapa yang bisa dihemat dengan melakukan direct call tadi.
Sementara itu, bagi eksportir atau cargo owners, tentunya kecepatan, ketepatan dan keamanan pengiriman lebih menjadi pilihan, di samping juga bisa mengharapkan freight atau biaya pengiriman yang lebih murah.
Penghematan biaya pengiriman hanyalah salah satu faktor yang menguntungkan. Ketepatan, kecepatan, serta keamanan direct call tentunya mendapatkan poin lebih dibandingkan dengan transshipment. Secanggih apapun tracing system yang dimiliki, transshipment masih mengandung risiko yang lebih besar dibandingkan dengan direct call.
Memang, pada umumnya pola perdagangan di Indonesia adalah FOB (free on board) untuk ekspor dan CIF (cost, insurance, and freight) untuk impor. Dengan kata lain, sarana angkut disiapkan oleh importir asing dan eksportir asing.
Eksportir kita bisa saja tidak peduli apakah menggunakan direct call atau transshipment. Akan tetapi, importir asing sebagai pihak yang menyewa ruangan kapal dan menentukan penggunaan kapal, tentunya akan memilih kapal yang mempunyai direct call berdasarkan tiga keuntungan yang disampaikan sebelumnya, yaitu ketepatan, kecepatan, dan keamanan.
Apalagi, pada era persaingan yang sangat ketat ini, khususnya sarana angkut yang menggunakan peti kemas (kontainer), ketiga hal tersebut di atas menjadi pertimbangan yang sangat penting.
Bagi daerah atau pelabuhan yang menjadi direct call, tentunya ini bisa menjadi rangsangan untuk membangun ekonomi daerah lebih maju lagi, salah satunya dengan menggenjot volume komoditas unggulan mereka.
Namun, pertanyaan apakah dengan adanya direct call otomatis akan menaikkan volume ekspor? Jawabannya adalah memang tidak otomatis. Akan tetapi secara tidak langsung, bisa menaikkan volume ekspor.
Direct call bisa merangsang pertumbuhan industri setempat dan secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kenaikan volume ekspor. Ini terjadi apabila diiringi dengan pembangunan infrastruktur beserta akses jalan dan pembangunan sentra industri produk unggulan daerah tersebut.
Bila direct call tidak bisa merangsang pertumbuhan ekonomi setempat, ini merupakan kegagalan karena direct call mungkin hanya terjadi satu atau dua kali saja.
Setelah itu, kembali berlaku paradigma ship follows the trade ketika kapal angkut menuju pelabuhan yang mempunyai volume muatan yang justify untuk disinggahi.
Oleh karena itu, direct call diharapkan bisa dilakukan secara optimal dan didukung oleh beragam upaya pembangunan dari seluruh stakeholders. Apabila hal itu terjadi, direct call akan bisa merangsang pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah.
Dengan pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah yang semakin baik, akan banyak industri yang tumbuh secara lebih merata dan pada akhirnya akan banyak hasil industri yang bisa dipasok sebagai kebutuhan ekspor maupun dalam negeri.
Kondisi ini, ketika volume arus barang semakin tinggi, akan membuat domestic shipment lebih efisien karena adanya muatan balik dari timur ke barat dan sebaliknya. Hal ini yang diimpikan oleh pelaku bisnis dalam negeri.
Oleh sebab itu, tidak terlihat adanya alasan bagi pelaku bisnis pelayaran nasional untuk mengkhawatirkan kebijakan direct call tersebut karena main liner operator atau pelayaran internasional hanya akan membuka rute direct call apabila volumenya memungkinkan untuk ekspor dan impor, serta berlaku hanya untuk produk-produk unggulan.
Sementara itu, untuk produk non-unggulan tetap akan melalui pelabuhan hub seperti Tanjung Priok dan Tanjung Perak yang harus disebar atau dikumpulkan oleh pelayaran nasional
Namun demikian, hal terpenting adalah penentuan pelabuhan direct call harus dikaji dan dirumuskan secara bijak agar tidak terkonsentrasi dalam satu wilayah sehingga pertumbuhan ekonomi di Indonesia tersebar secara merata.