Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pariwisata mengucurkan biaya senilai Rp130 miliar untuk program pengembangan sumber daya manusia (SDM) di bidang kepariwisataan tahun ini. Program itu mencakup sertifikasi profesi dan pelatihan di bidang pariwisata.
Deputi Bidang Industri dan Kelembagaan Kementerian Pariwisata Rizki Handayani Mustafa menjelaskan, melalui program tersebut, jumlah tenaga profesional pariwisata yang harus disertifikasi pada tahun ini ditargetkan mencapai 75.000 orang.
Dia mengungkapkan program pengembangan SDM kepariwisataan tersebut telah ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo sebagai salah satu fokus pemerintahan, selain pengembangan infrastruktur.
“Saya lagi panggil dan ngobrol lagi dengan beberapa pemangku kepentingan. Paling tidak kita menyiapkan cetak biru SDM pariwisata untuk lima tahun ke depan, mau ke arah mana, sekalian menyiapkan untuk pemerintahan baru, siapapun yang jadi menterinya nanti,” tuturnya, Rabu (23/5/2018) malam.
Menurutya, pengembangan SDM kepariwisataan adalah salah satu pekerjaan rumah yang paling menantang. Apalagi, pemerintah mematok target 17 juta kunjungan wisatawan mancanegara tahun ini, dan 20 juta kunjungan wisman tahun depan.
Rizki menjabarkan, sejumlah tantangan dalam pengembangan SDM pariwisata adalah mekanisme sertifikasi profesi di bidang pariwisata yang perlu disempurnakan, kekurangan tenaga asesor dalam melakukan sertifikasi, kekurangan tenaga pengajar praktisi dalam sekolah pariwisata, hingga pendataan mengenai kebutuhan SDM di bidang pariwisata.
Pihaknya pun mengaku bekerja sama dengan Kementerian Ristek, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) untuk memfasilitasi program Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL), yang merupakan pengakuan terhadap capaian pembelajaran yang diperoleh seseorang dari pendidikan formal atau non formal, atau pengalaman kerja pada jenjang pendidikan tinggi.
Dengan program ini, para praktisi berpengalaman di bidang pariwisata yang tertarik menjadi tenaga pengajar dapat memperoleh Nomor Induk Dosen Khusus.
“Ketika yang mengajar bukan praktisi, para mahasiswa pariwisata itu setelah masuk dunia usaha mereka tidak siap kerja, tetap harus dilatih lagi,” jelasnya.
Adapun saat ini, Kemenpar mengelola enam sekolah tinggi pariwisata yang tersebar di Bandung, Medan, Palembang, Bali, Makassar dan Lombok dan menghasilkan sekitar 10.000 mahasiswa setiap tahunnya.
Sejauh ini, dia mengklaim tingkat penyerapan tenaga kerja pariwisata dari enam sekolah tinggi tersebut mencapai 100%. Dengan demikian, pihaknya mengestimasikan kebutuhan industri terhadap tenaga kerja pariwisata cukup besar.