Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BUMN Watch: Kekurangan Pasok Ikan, Perum Perindo Sulit Garap Pasar Ekspor

Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) menjadi salah satu perusahaan pelat merah yang kinerjanya melesat selama beberapa tahun terakhir, karena upaya perluasan jaringan dan pengembangan lini bisnis.Untuk menggali lebih jauh mengenai pencapaian dan target pengembangan bisnis ke depan, Bisnis berkesempatan mewawancarai Direktur Utama Perum Perindo Risyanto Suanda. Berikut petikannya.
Direktur Utama Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) Risyanto Suanda./Bisnis-Felix Jody Kinarwan
Direktur Utama Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) Risyanto Suanda./Bisnis-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaan Umum Perikanan Indonesia atau Perum Perindo menjadi salah satu perusahaan pelat merah yang kinerjanya melesat selama beberapa tahun terakhir, karena upaya perluasan jaringan dan pengembangan lini bisnis.

Untuk menggali lebih jauh mengenai pencapaian dan target pengembangan bisnis ke depan, Bisnis berkesempatan mewawancarai Direktur Utama Perum Perindo Risyanto Suanda. Berikut petikannya.

Bagaimana strategi untuk mencapai target yang terbilang cukup agresif itu?

Perum Perikanan Indonesia sudah berdiri sejak 1990 atau sudah 28 tahun. Bisnis utamanya pada 3 hal. Pertama, pengelolaan pelabuhan. Ada 6 pelabuhan yang kami kelola.

Kedua, kami juga berbisnis di perdagangan. Ketiga, penangkapan dan processing ikan. Kami punya 22 unit usaha yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia.

Untuk perdagangan, kami membeli ikan-ikan dari para nelayan, dan bekerja sama dengan para pedagang di berbagai daerah. Pada tahun lalu, revenue kami Rp605 miliar.

Pada tahun ini, target kami Rp1,038 triliun. Sampai dengan triwulan pertama tahun ini, realisasinya sudah Rp462 miliar. Hopefully, kami bisa mencapai target tersebut.

Bagaimana strategi untuk mencapai target yang terbilang cukup agresif itu?

Kami tetap fokus di bisnis konvensional, yaitu dengan memperkuat bisnis di pelabuhan. Bisnis kepelabuhanan adalah penyumbang margin terbesar. Kami punya kawasan untuk industri perikanan. Kami menyewakan lahan, ada jasa tambat labuh, supply logistik seperti bahan bakar, water supply. Bisnis kepelabuhanan ini yang marginnya paling bagus. Namun untuk revenue, kami tidak bisa buat eksponensial karena semua ada tarif aturannya.

Jadi, kami genjot revenue dari unit yang lain yaitu perdagangan, penangkapan ikan, dan budi daya ikan. Kemudian, untuk bisnis perdagangan sifatnya bisa multiply, karena tersebar di berbagai daerah. Itu menjadi aset dan akses buat kami. Misalnya unit Lampulo, dulu skala perdagangannya kecil padahal ikannya banyak. Sekarang kami perbesar skalanya dengan cara apa? Kami carikan pasarnya, dan kami buat sistemnya terintegrasi dengan unit-unit lainnya.

Bagaimana dampak kebijakan KKP tentang larangan penangkapan ikan ilegal?

Kebijakan KKP [Kementerian Kelautan dan Perikanan] ini berhasil. Ibu Susi [Menteri KKP] mendorong penangkapan ikan secara ilegal hilang. Potensi nelayan-nelayan asing yang menangkap ikan di wilayah kita sekarang hilang. Ini harus ada yang menggantikan dan dibutuhkan kecepatan untuk penangkapannya.

Hal itu harus ditopang dengan pengadaan kapalkapalnya. Oleh sebab itu, kami bergabung dengan mitra strategis, baik galangan kapal maupun pemilik kapal. Kami juga menambah unit-unit seperti di Merauke yang masih kekurangan kapal.

Pada tahun ini, kami ada bujet untuk membuat kapal-kapal secara cepat. Kapalnya berkombinasi, ada yang terbuat dari kayu, fi ber, dan besi. Ini harus dikombinasi karena setiap daerah karakteristik tangkapannya berbedabeda.

BUMN Watch: Kekurangan Pasok Ikan, Perum Perindo Sulit Garap Pasar Ekspor

Apa lini usaha yang berkontribusi paling besar terhadap pendapatan perusahaan?

Kontribusi terbesar masih dari perdagangan. Pada triwulan pertama tahun ini, kontribusi dari bisnis perdagangan mencapai sekitar 60%— 65% dari total revenue.

Adakah rencana untuk menambah jumlah pelabuhan yang dikelola?

Kalau bicara pengelolaan pelabuhan, kami memang cukup hati-hati, karena pengelolaan pelabuhan perikanan ini berbeda dengan pelabuhan umum. Kami tarifnya tidak setinggi di pelabuhan umum. Jadi kami harus berhitung benar, dan menganalisis seluruhnya.

Memang sudah ada wacana, pelabuhan-pelabuhan di bawah KKP yang sisa sekitar 16 pelabuhan—berskala samudra dan nusantara itu—akan diserahkelolaan ke Perum Perindo.

Artinya, ini tidak diberikan secara gratis, tetapi Perum Perindo mengelola secara profesional, sehingga bisa memberikan PNBP [penerimaan negara bukan pajak].

Apa tujuan penyerahkelolaan itu menurut Perindo?

KKP ingin mengubah pelabuhanpelabuhan yang tadinya cost center, menjadi profi t center. Akan tetapi, pelaksanaannya butuh proses. Secara legal formal dan hukum, ini terkait dengan berbagai kementerian dan instansi. Secara prinsip, sekarang kami mengelola pelabuhan yang ada. Itu yang akan kami optimalkan dulu.

Untuk bisnis-bisnis lain yang related ke pelabuhan, misalnya, ada peluang-peluang lain di kapal, teknologi cold storage, dan berbagai peluang lain akan kami kembangkan.

Bagaimana strategi pengembangan kawasan yang dijalankan Perum Perindo?

Untuk kawasan, strategi kami agak bergeser. Kalau dulu kami hanya menyewakan lahan kami, sekarang kami masuk ke stage berikutnya, yaitu tidak hanya menyewakan tetapi mengoptimalkan. Kalau ada orang yang mau kerja sama, kami sudah punya lahan.

Misalnya, kami kembangkan teknologi bersama untuk pembekuan atau cold storage. Untuk cold storage sekarang banyak yang sudah pakai nano technology. Itu yang akan kami optimalkan. [Ini adalah] peluangpeluang baru yang sifatnya inovatif untuk memanfaatkan lahan-lahan kami yang ada di sini agar bisa berkontribusi terhadap pendapatan perusahaan.

Berapa belanja modal perusahaan tahun ini?

Kombinasi antara dana internal dan dana PMN sekitar Rp180 miliar. Paling banyak alokasi untuk investasi di cold storage, serta proyek pabrik pakan ikan dan udang yang ada di Subang. Kapasitasnya nanti bisa mencapai 2.500—3.000 ton per bulan. Kemungkinan pembangunan pabriknya selesai pada Oktober tahun ini.

Bagaimana perkembangan ekspor produk perikanan?

Pasar terbesar kami memang masih lokal, jadi kami penuhi dulu kebutuhan lokal. Sekitar 70% pasar kami masih memenuhi untuk lokal. Ada juga produk yang kami ekspor ke beberapa negara seperti Amerika, Jepang, dan China, tetapi negara tujuan ekspor terbesar kami adalah Amerika.

Adakah rencana perluasan pasar untuk ekspor?

Kami belum masuk ke negaranegara di Timur Tengah (Timteng). Itu bisa jadi potensi pasar baru. Sebenarnya sudah banyak calon mitra dari Timteng yang datang untuk menjajaki kerja sama, tetapi saya mau mencari kerja sama yang konkret.

Kami melihat pasar-pasar di Timur Tengah, dan Eropa Timur itu sebagai pasar yang masih akan growing, karena potensinya sangat besar. Akan tetapi, kami mau menata internal kami dulu. Problem-nya bukan di market, tetapi di suplai.
Kami bisa mendapatkan ikan dengan kualitas bagus dalam jumlah yang cukup. Sekarang ini masih kekurangan, antara demand dan supply jauh.

Apa kendalanya?
Kurangnya armada tangkap. Kami butuh lebih banyak lagi armada tangkap. Dulu di Samudra Pasifik, dan Laut Arafura banyak sekali kapal ilegal. Mungkin 70% ada yang mereka bawa keluar kembali ke negaranya.

Namun, ada juga sebagian yang dijual di dalam [Indonesia] untuk supply industri. Sekarang sebagian besar hilang sehingga kapal-kapal tersebut harus disubstitusi.

Bagaimana strategi untuk menggenjot penangkapan?

Kami akan tambah armada kapal. Sekarang kapal yang kami kelola baru ada 19 kapal. Idealnya butuh ratusan kapal. Pada tahun ini, kami mau tambah 58 kapal. Baik dari pendanaan sendiri maupun kerja sama operasi dengan pihak lain.

Dengan strategi penambahan kapal, apakah porsi tangkapan sendiri akan naik?

Dengan skenario pemenambahan kapal pada tahun ini, kami tetap collecting separuhnya dari nelayan, karena tugas kami harus tetap beli banyak dari nelayan. Jadi, nanti porsi tangkapan sendiri akan naik dari 20% menjadi 35%.

Selain membeli hasil tangkapan nelayan, kami juga menjalankan program budi daya ikan. Untuk budi daya kami fokus di beberapa tempat, seperti di Karawang yang kita punya sendiri lahannya sekitar 50 hektare (ha).

Ada juga yang dikelola bersama dengan KKP sekitar 87 ha. Kami juga punya di Bengkayang 30 ha, Aceh Barat Daya, dan di Kendal. Kami juga beli dari petambak-petambak untuk hasil budi daya.

Adakah program penugasan dari pemerintah yang mendesak dilaksanakan?

Kami diberikan penugasan untuk pengelolaan pasar ikan modern di Muara Baru. Pasar ikan modern itu sebenarnya pilot project yang dibangun dari APBN oleh KKP. Rencananya, pembangunan tersebut akan selesai pada Desember tahun ini. Pada saat groundbreaking, Ibu Susi menyatakan bahwa pengelolaan pasar ikan modern itu akan dijalankan oleh Perum Perindo.

Dengan demikian, para pedagang yang ada di pasar existing kami—yaitu sekitar 900 tenant—akan dipindahkan ke pasar ikan modern yang baru dengan fasilitas dan sistem yang lebih baik.

Di pasar tersebut selain ada wet market, juga ada dry market untuk memasarkan produk-produk ikan olahan, dan restoran. Jadi membuka peluang untuk tenant baru. Konsep utama pasar ikan modern ini adalah untuk mengubah asumsi terhadap pasar ikan yang tadinya bau, dan becek menjadi lebih tertib, menarik, dan nyaman.

Dengan demikian, volume perdagangan diharapkan meningkat. Sekarang setiap hari transaksi di sana sekitar Rp9 miliar—Rp10 miliar.

Apa harapan pemegang saham ketika Anda ditunjuk sebagai pimpinan di sini?

Saya rasa Kementerian BUMN ingin mengubah wajah BUMN, bukan hanya Perum Perindo. BUMN yang sebelumnya dinilai kontribusinya belum maksimal itulah yang sedang Ibu Rini [Menteri BUMN] revitalisasi.

Dengan demikian, BUMN yang rugi sudah berkurang, bahkan ditargetkan tidak ada yang rugi lagi. Kontribusi ke pemerintah juga diharapkan meningkat. Perum Perindo dari sisi aset sangat luar biasa. Tidak ada perusahaan perikanan yang punya enam pelabuhan di seluruh Indonesia.

Bicara akses atau jaringan, kami beroperasi hampir di seluruh Indonesia. Jadi harapannya, pertama, Perum Perindo berperan secara aktif sehingga kami masuk ke penangkapan, perdagangan, dan budi daya. Kedua, diharapkan bisa tumbuh revenue maupun margin secara baik. Ketiga, mengubah mindset menjadi profesional karena dituntut untuk cepat merespons perubahan zaman dan pengembangan perikanan.  

*) Artikel ini dimuat di koran Bisnis Indonesia edisi Selasa 22 Mei 2018  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper