Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mini Insentif Fiskal, Pengusaha Minta Jaminan

Produsen hulu tekstil menilai mini insentif fiskal yang dirancang pemerintah untuk usaha dalam skala Rp100 miliar sampai Rp500 miliar tidak cukup.
Karyawan mengambil gulungan benang di salah satu pabrik tekstil yang ada di Jawa Barat./JIBI-Rahmatullah
Karyawan mengambil gulungan benang di salah satu pabrik tekstil yang ada di Jawa Barat./JIBI-Rahmatullah

Bisnis.com, JAKARTA - Produsen hulu tekstil menilai mini insentif fiskal yang dirancang pemerintah untuk usaha dalam skala Rp100 miliar sampai Rp500 miliar tidak cukup.

Redma Gita Wirawasta, Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), menuturkan insentif fiskal yang dirancang tidak akan serta merta mendatangkan investasi menengah ke Indonesia.

"Persoalan utamanya adalah kepastian daya saing dan pasar . Tidak ada insentif juga tidak apa kalau masalah mendasar ini terselesaikan," kata Redma kepada Bisnis, Kamis (17/5/2018).

Dia mengatakan untuk daya saing, terdapat dua permasalahan besar yang dihadapi industri yakni mahalnya energi bagi industri terutama gas serta produktifitas pekerja. Mahalnya gas yang membenani industri hulu dengan sendirinya membenahi sektor hilir karena bahan bakunya lebih mahal dibandingkan pesaing.

"Untuk tenaga pekerja secara upah relatif tidak mahal, namun dari produktifitas rendah. Kami bayar gaji minimal 13 kali setahun, namun hari libur sangat banyak akibatnya hitungan produktifitas rendah," katanya.

Sementara, persoalan lainnya yakni biaya logistik walau saat ini masih membenai diyakini akan terselesaikan tahun depan. Persoalan ini rampung karena diperkirakan sebagian besar jaringan tol yang menghubungkan wilayah strategis akan rampung.

Sementara itu mengenai permasalahan kepastian pasar, Redma menyoroti mudahnya produk impor masuk ke Indonesia. Dia mengayatakan kinerja ekspor produk tekstil Indonesia relatif stagnan di US$12 miliar dolar, sedangkan pesaing terdekatnya Vietnam sudah melesat hingga US$26 miliar.

Sedangkan pasar dalam negeri yang bernilai US$21 miliar malah diserbu produk asing. Akibatnya industri kesulitan berkembang.

"Kalau ada kepastian pasar, tanpa insentifpun industri akan investasi. Tidak apa lebih mahal biayanya atau tanpa insentif asal ada kepastian pasar. Permasalahan ini dulu seharusnya yang dihandle pemerintah. Kalau sekarang gula-gulanya semu," ujarnya.

Redma menyatakan saat ini investasi yang masuk ke sektor tekstil relatif tidak banyak. Investasi yang masuk lebih banyak bersifat mengambil alih pabrik yang ada dibandingkan mendirikan pabrik baru.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Anggara Pernando
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper