Bisnis.com, NUSA DUA--Pemerintah mendorong pelaku usaha melakukan konservasi dan optimalisasi penggunaan batu bara.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Bambang Gatot Ariyono mengatakan sumber daya batu bara sekitar 124 miliar ton sedangkan cadangan yang bisa ditambang saat ini mencapai 13 miliar ton.
“Jika rata-rata produksi batu bara nasional sekitar 500 juta ton per tahun dan tidak ada penambahan cadangan baru, maka cadangan batu bara Indonesia akan habis 26 tahun lagi, meskipun ” katanya dalam pembukaan Konferensi Ke-24 Coaltrans Asia, Senin (7/5/2018).
Menurut Bambang pemerintah sedang membahas berbagai regulasi terkait untuk meningkatkan eksplorasi dari perusahaan pertambangan untuk menambah cadangan nasional. Misalnya, jika perusahaan ingin menaikkan produksi wajib menambah cadangannya dulu.
Dia menyebut perusahaan batu bara diwajibkan memiliki analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dan studi kelayakan untuk rencana produksi yang berimbang sesuai rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) untuk mendukung proyek kelistrikan dalam negeri.
Kata dia investor selalu mengacu kepada amdal dan studi kelayakan untuk mencapai keselarasan, karena kalau terjadi kelebihan kapasitas produksi batu bara tidak akan optimal.
Baca Juga
Target produksi batu bara secara nasional mengacu kepada RPJMN, tetapi realisasi dalam beberapa tahun ini selalu melebihi target. Saat ini target produksi yang ditetapkan adalah 413 juta ton yang secara berangsur diturunkan menjadi 406 juta ton hingga mencapai target flat 400 juta ton.
“Kenyataannya, produksi batu bara pada 2018 berdasarkan rencana kerja anggaran biaya (RKAB) adalah 481 juta ton, ini perlu dilakukan harmonisasi,” katanya.
Bambang menambahkan seluruh perusahaan wajib menyediakan pasokan 25% dari produksi masing-masing untuk pasar domestik. Sedangkan tentang transfer kuota masih dibahas bagi perusahaan yang belum memenuhi atau kelebihan pasokan untuk kebutuhan industri dalam negeri.
Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Pandu Syahrir mengatakan hingga 2019 untuk menaikkan produksi akan sangat susah karena banyak pelaku usaha kesulitan menyediakan suku cadang mesin pertambangan.
“Tahun 2019 mendatang peningkatan produksi batubara 10% tampaknya akan sulit terpenuhi. Karena untuk mengambil insentif itu harus ada cukup spare part dan mesin yang ada dari sisi kontraktor,” katanya.
Kata dia para pelaku usaha telah memberikan sejumlah masukan kepada pemerintah agar ada solusi terbaik dan saling menguntungkan.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia Hendra Sinadia mengatakan para pelaku usaha di negara tujuan ekspor seperti China, India, dan Asia Timur Taiwan, Korea, dan Jepang menunggu kebijakan pemerintah Indonesia tentang komoditas batu bara, karena yang diprioritaskan adalah kebutuhan dalam negeri seiring perkembangan proyek kelistrikan dan industri lainnya.
“Ya, mereka menunggu apakah masih ada porsi ekspor sesuai kebutuhan dan jaminan pasokan ke depan untuk mereka,” ujarnya.
Sedangkan dari sisi pelaku usaha batu bara nasional, Hendra mengatakan saat ini tata kelola perizinan pertambangan batu bara sudah semakin baik dan perusahaan tidak jor-joran serta kian berhati-hati dalam berusaha.
“Yang kita inginkan adalah pelaksanaan kegiatan pertambangan batu bara dilakukan dengan memenuhi kaidah dan aturan pertambangan yang baik,” tuturnya.