Bisnis,com, JAKARTA— Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kementerian Ketenagakerjaan Haiyani Rumondang menjelaskan, mayoritas tenaga kerja Indonesia masih berpendidikan rendah.
Dari 128 juta pekerja, 42,13% di antaranya berpendidikan SD, 17,95% berpendidikan SMP, dan 17,46% berpendidikan SMA, 10,40% berpendidikan SMK. Sementara pekerja dengan tingkat pendidikan diploma hanya 2,71% dan perguruan tinggi 9,35%.
“Kalau skill pekerja oke, konflik hubungan industrial bisa dihindari. Berat bagi iklim ketenagakerjaan untuk memperbaiki [hubungan industrial] selama skill-nya begitu, potensi konfliknya besar,” ujarnya dalam diskusi bertajuk Kompetensi dan Jaminan Kerja, Jumat (4/5/2018).
Dia menambahkan, era digitalisasi atau yang dikenal sebagai industri 4.0 melahirkan sejumlah tantangan baru bagi penyediaan lapangan kerja. Sejumlah tantangan itu antara lain belum adanya regulasi yang melindungi hak pekerja dan mengatur kemitraan sosial di dalam bisnis berbasis digital, munculnya jenis pekerjaan baru berbasis teknologi.
Selain itu, tenaga kerja berpendidikan rendah memiliki risiko tinggi tergantikan mesin dengan adanya otomatisasi industri ke depan, yang diprediksi akan menghilangkan 35% jenis pekerjaan konvensional. Terakhir, perkembangan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) yang tidak berbanding lurus dengan perkembangan teknologi.
“Tentu menjadi tanggung jawab pemerintah untuk meningkatkan kompetensi pekerja, tetapi sebagian juga menjadi tanggung jawab dunia usaha. Yang jelas, cost-nya tidak sedikit,” ujarnya.
Oleh karena itu, pihaknya mengaku tengah merumuskan skema jaminan sosial baru berupa Skill Development Fund (SDF) yang menyediakan adanya dana pelatihan bagi para pekerja korban PHK, baik itu pelatihan menambah keterampilan yang lama (upskilling) atau berganti keterampilan (reskilling).
Latar belakang pendidikan tenaga kerja di RI
Pendidikan | Persentase |
SD | 42,13% |
SMP | 17,95% |
SMA | 17,46% |
SMK | 10,40% |
Diploma | 2,71% |
Perguruan tinggi | 9,35%. |
Sumber:Kemenaker