Bisnis.com, JAKARTA – Guna mengoptimalisasi rencana pembangunan kota dengan integrasi hunian dan transportasi publik, pemerintah diminta bersinergi untuk mengoptimalisasi lahan parkir menjadi hunian.
Country Director Institute for Transportation & Development Policy, Yoga Adiwinarto mengatakan, selama ini pemerintah memang telah melakukan sejumlah kajian tentang penataan kota dengan pro-mobil, ataupun pro-pejalan kaki.
Namun dalam realisasinya, pembangunan telah melebar hingga ke luar kota Jakarta. Akibatnya, warga harus menempuh jarak jauh dengan waktu yang lama untuk bisa sampai di lokasi tujuan, misalnya ke kantor.
“Selama ini sudah terlanjur terjadi adalah pembangunan yang car-centric, dengan parkir yang luas, akses langsung ke jalan tol. Jalan yang lebar dan besar, namun tidak terkoneksi dengan baik. Orang dari luar kota berbondong-bondong memakai kendaraan pribadi,” jelas Yoga di EV Hive, Rabu (2/5/2018) lalu.
Menurut Yoga, sumber kemacetan di Jakarta adalah besarnya porsi yang disediakan untuk parkir di dalam setiap gedung. Dia menghitung, sepanjang 1,5 kilometer di Jalan Thamrin saja, terdapat 5.844 satuan ruang parkir (SRP). Hal ini menandakan, suplai parkir di jalan Thamrin saja setara dengan 46% luas lahan yang tersedia.
Yoga mengestimasikan, jumlah suplai parkir sepanjang Sudirman-Thamrin saja mencapai 38.000 SRP. Sementara, kapasitas jalan untuk dua arah di Jalan Sudirman-Thamrin adalah 12.400 kendaraan. Menurut Yoga, untuk membangun kota dengan konsep equitable mobility, perlu ada revisi kebijakan dari pemerintah, sesuai kajian Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pekerjaan Umum-Perumahan Rakyat melakukan alih fungsi lahan parkir sebagai bangunan.
Baca Juga
Menurut Yoga, cara ini akan menekan angka penggunaan kendaraan pribadi, serta mendorong pemerintah fokus mengembangkan hunian dengan konsep transit oriented development. Kebijakan ini akan diikuti dengan pembangunan perumahan yang berorientasi pada penggunaan transportasi publik, serta optimalisasi lahan untuk properti.
“Jadi dibuat estimasi perjalanan itu harus terintegrasi transportasi publik. Orang turun tinggal jalan kaki, dengan jarak 1 kilometer. Misalnya, 52% sekitar 6,7 juta warga Jakarta saja, tinggal di area 1 kilometer dari Stasiun Transjakarta,” ungkap Yoga.