Bisnis.com, JAKARTA — Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan pengaturan sebagian pelaksanaan hak dan kewajiban kuasa atau konsultan wajib pajak lewat peraturan menteri keuangan bertentangan dengan UUD 1945.
Norma tersebut awalnya diatur dalam Pasal 32 Ayat 3a UU No. 28/2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang berbunyi, "Persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban kuasa diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan."
Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna menegaskan peraturan menteri keuangan atau permenkeu tidak dapat mengatur hal-hal substansial berkaitan dengan hak dan kewajiban wajib pajak. Salah satu hak mereka adalah mendapatkan pendampingan atau konsultasi dari seorang kuasa.
Namun, Pasal 32 Ayat 3a UU KUP justru membatasi dan tidak memberikan kepastian hukum bagi para kuasa wajib pajak karena pengaturannya didelegasikan ke permenkeu.
Menurut Palguna, permenkeu hanya boleh mengatur masalah-masalah teknis dan administratif, bukan mengenai hak-hak yang dijamin konstitusi.
Oleh karena itu, MK memutuskan bahwa Pasal 32 Ayat 3a konstitusional bersyarat sepanjang frasa 'pelaksanaan hak dan kewajiban kuasa' dimaknai 'hanya berkenaan dengan hal-hal yang bersifat teknis dan administratif dan bukan pembatasan dan atau perluasan hak dan kewajiban'.
"Mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman saat membacakan Putusan MK No. 63/PUU-XV/2017 di Jakarta, Kamis (26/4/2018).
Pasal 32 Ayat 3a UU KUP digugat ke MK oleh Petrus Bala Pattyona dkk. karena dianggap merugikan hak konstitusional mereka sebagai kuasa hukum.
Salah satu dalil pemohon adalah bahwa kuasa hukum wajib pajak dan menteri keuangan merupakan pihak setara dalam sengketa pajak. Alhasil, pengaturan oleh menkeu dapat menimbulkan ketidakadilan dan ketidakpastian hukum.