Ketua Umum Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi B. Sukamdani mendesak pemerintah untuk segera merumuskan regulasi untuk mengatur aplikasi sharing economy di bidang pariwisata agar tak semakin menggerus okupansi perhotelan.
“Memang di satu sisi menarik untuk menggairahkan pariwisata, di sisi lain hotelnya kerepotan kalau tidak terkontrol. Saya bilang kita bisa ikuti Singapura,” ujarnya dalam diskusi bertajuk “Digital and Disruption Era in Tourism and Business Cases of Sharing Economy” di Universitas Sahid, Kamis (12/04).
Dia menjelaskan di Singapura, pemerintah telah mengatur durasi minimum untuk rental rumah yang disewakan melalui aplikasi AirBnB selama 90 hari. Bila di bawah durasi tersebut, bisnis penyewaan tersebut dianggap illegal.
Menurutnya, aplikasi sewa kamar tersebut telah banyak berbenturan dengan industri perhotelan di banyak negara. Polemik mengenai keberadaan jenis bisnis ini pun masih terus menjadi perdebatan hangat hingga kini.
Di Jerman, ujarnya, pemerintahnya bahkan sempat melarang secara total bisnis AirBnB pada 2016, dan menerapkan denda hingga 100.000 euro bagi siapapun yang melanggar. Namun, aturan tersebut belakangan diperlonggar karena dianggap berdampak negatif bagi sektor pariwisata.
Adapun di Indonesia, hingga 2016 tercatat sebanyak 43.700 unit rumah yang terdaftar di AirBnB, dengan rata-rata pertumbuhan 72% setiap tahunnya. Pertumbuhan ini mengalahkan jumlah pertambahan kamar hotel mewah yang hanya mencapai 61% setiap tahun. Adapun secara umum, PHRI mencatat terdapat 45.000 kamar hotel yang akan dibangun hingga beberapa tahun mendatang.
“Pengaruh langsung terhadap okupansi hotel kita belum tahu, karena sejauh ini okupansi [hotel] masih tumbuh. Tetapi sejak sekarang kita kasih sinyal merah ke pemerintah,” ujarnya.
Pihaknya menyatakan, perlu regulasi yang mengatur iklim bisnis berkeadlian antara industri konvensional dengan industri sharing economy. Dalam bidang perhotelan, dia menilai pemerintah perlu memiliki kontrol atas suplai unit rumah yang disewakan dan juga penerimaan pajak dari perusahaan global yang tidak memiliki kantor cabang di Indonesia tersebut.
Selain itu, dia juga menilai perlu adanya mekanisme pengawasan terhadap keamanan dan kenyamanan penduduk yang tinggal di area penyewaan rumah. Pasalnya, selama ini dia kerap mendengar keluhan dari masyarakat khususnya di Bali bahwa tamu yang menyewa rumah melalui aplikasi tersebut kerap mengadakan pesta di rumah yang mengganggu ketenangan masyarakat.