Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Regulasi untuk Kesamaan Hotel Konvensional dan Airbnb

Bisnis.com, JAKARTA Kalau tidak dibuat regulasi oleh pemerintah mendingan PHRI ikutan AirBnB saja.Pernyataan itu dikeluarkan Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) yang juga Ketua Pokja Properti dan Perumahan Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Hariyadi B Sukamdani di sela focus group dicussion dampak sharing economy terhadap sektor pariwisata, properti dan perumahan di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (11/4/2018)
Airbnb/Reuters
Airbnb/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – “Kalau tidak dibuat regulasi oleh pemerintah mendingan PHRI ikutan AirBnB saja.”

Pernyataan itu dikeluarkan Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) yang juga Ketua Pokja Properti dan Perumahan Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Hariyadi B Sukamdani di sela focus group dicussion dampak sharing economy terhadap sektor pariwisata, properti dan perumahan di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (11/4/2018).

Ucapan itu jelas merujuk pada makin maraknya perkembangan platfom digital penyedia jasa akomodasi sebagai perantara untuk menyewakan kamar, rumah hingga apartemen kepada penggunanya. Airbnb adalah salah satunya.

Di Era disrupsi digital saat ini, pemerintah mulai pasang strategi agar terjadi persaingan yang sama antara pelaku perhotelan konvensional dengan penyedia jasa secara online. Mereka juga mengharapkan adanya regulasi baru untuk menerapkan aturan kepada platform tersebut.

KEIN menjadi fasilitator rembukan ini. Pemerintah mulai dari Kementerian Perhubungan,  Kementerian Periwisata dan Ditjen Pajak ikut dalam pertemuan ini. Bahkan para pelaku perhotelan, properti hingga pemilik unit Airbnb hadir merumuskan poin-poin yang akan disepakati.

PHRI patut galau dengan perkembangan digital yang kiat cepat. Dengan status terdaftar serta taat pajak yang saban tahun dibayarkan, mereka harus bersaing dengan aplikasi daring yang tidak berkantor di Indonesia, konon lagi persoalan pajak yang tentu tidak dikutip.

Berdasarkan rilis Airbnb yang disebutkan Hariyadi, jumlah unit hunian yang 'dimiliki' Airbnb sudah lebih 43.000 unit, di mana 10.000 lebih diantaranya berada di Bali. Bahkan menurut rilis yang sama,  Airbnb menyebut Bali masuk dalam lima besar destinasi utama di dunia.

Salah seorang pengguna Airbnb saat ke Los Angeles. Mulanya dia agak khawatir karena baru pertama kali ke kawasan itu sekaligus pertama kali pula mencoba Airbnb. Namun setelah melihat informasi detail yang tertera aplikasi termasuk foto kamar dan dapat berkomunikasi dengan pemilik melalui chatting, membuat Dara sedikit lega.

Saat menuju ke hunian, dia mendapati kunci kamar telah digantung di luar ruangan. Di dalamnya disediakan dua handuk, tisu, lemari mini, lampu tidur hingga selimut. Sebelum melakukan transaksi, pemilik juga terlebih dulu meminta tanda pengenalnya melalui foto.

Kata dia, platform tersebut menyediakan pilihan harga menginap cukup terjangkau karena kebanyakan di Airbnb merupakan rumah warga yang menyediakan jasa penginapan.

Dari rilis yang dikeluarkan Hotelschool The Hague Netherland, pertumbuhan permintaan Airbnb di sejumlah negara terus meroket berdasarkan pemesanan per malam. Sebut saja Amesterdam pada 2015 tumbuh 474%, dan naik 125% pada 2016. Kemudian London ikut tumbuh dari 206% pada 2015, kembali naik 130% pada 2016. Lain lagi dengan Berlin yang juga tercatat pertumbuhannya sebesar 68% pada 2016.

Sementara sharing room yang terjadi berdasarkan survey yang dilakukan di Amsterdam, Berlin, London dan Madrid menunjukkan persentase pendapatan pada sharing room hanya 0,3%. Sedangkan untuk private room mencapai 17,3% dan penyewaan seisi rumah ataupun apartmen mencapai 82,4%.  

Kondisi ini membuat sebuah polemik baru bagi pelaku usaha perhotelan atau penginapan konvensional dan digital. Satu sisi hal ini membuat okupansi industri akomodasi seperti hotel dinilai mulai tergerus. Namun di sisi lain kondisi ini makin membuat penyedia hunian di platform digital makin happy.

Sejumlah perkara ditengarai menjadi alasan pembentukan regulasi ini, salah satunya ketiadaan pengutipan pajak yang dijalankan oleh pemilik unit rumah, kamar ataupun hunian yang mendaftar di aplikasi. Kondisi ini disebabkan hunian yang tidak melakukan pendaftaran sebagaimana industri konvensional.

Kemudian konsumen dikhawatirkan melakukan tidak pidana krimninal akibat tidak dilakukan pendataan. Secara tidak langsung, penyewaan hunian dalam jangka panjang ditakuti bakal penggerus okupansi hotel konvensional. Pun demikian, KEIN tetap mensuport adanya inisiatif baru tersebut.

Ketua Pokja Industri dan Pariwisata KEIN Dony Oskaria membantah regulasi ini hanya untuk Airbnb. Regulasi ini nantinya ditujukan kepada seluruh platform sejenis yang bergerak di sektor akomodasi melalui digital. Pihaknya khawatir stigma penyebutan nama satu aplikasi akan membuat nuansa tendensius antara penyedia layanan dengan pemerintah.

“KEIN tidak menentang karena yang kami lihat ekonomic sharing di dalam bidang ini sebetulnya dibutuhkan,” katanya.

KEIN memandang regulasi terhadap penyedia jasa akomodasi daring ini perlu untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan dari platform tersebut.

Beberapa dampak yang dinilai perlu antisipasi diantaranya dijadikan sebagai tempat praktik kriminal, termasuk narkotika, terorisme, kejahatan hingga prostitusi yang dilakukan konsumen. Belum lagi regulasi yang mengatur tentang hal ini telah dilakukan oleh sejumlah negara, salah satunya Singapura.

Namun demikian Dony tidak menampik perihal adanya dampak positif yang ditimbulkan dari platform tersebut. Seperti adanya pertumbuhan ekonomi yang terjadi di sebuah daerah menjadi lebih baik, seperti penyediaan rumah hunian rakyat dan mendorong UKM kecil ikut tumbuh.

Dari pertemuan itu, Dony melihat setidaknya terdapat beberapa poin yang akan disarankan kepada regulator. Pertama, diharuskan adanya registrasi untuk mendata lokasi dan jumlah hunian yang tergabung dalam platform. Kedua, mengetahui data dari konsumen yang menyewa sebuah kamar atau hunian.

Ketiga, persoalan pajak yang harus diatur dikarenakan seluruh industri sejenis juga membayar pajak. Bahkan membiayai banyak karyawan. Keempat KEIN bakal menyarankan adanya perlindungan konsumen seperti garansi sesuai dengan jumlah kocek yang dibayarkan, dan kelima memberikan pembatasan waktu menginap di sebuah hunian. Hal ini ditujukan agar pelaku sektor usaha yang sama tetap dapat tumbuh.

Staff Khusus Wakil Presiden Wijayanto Samirin menjanjikan pihaknya akan membawa pembahasan mengenai platform penyedia jasa akomodasi ini ke level yang lebih tinggi. Pihaknya juga menargetkan tahun ini pemerintah setidaknya telah memiliki framework untuk kemudian dijadikan regulasi.

“Pemerintah sedang mendorong digital ekonomi yang konsisten. Kita teringgal dengan negara lain. Sektor ini belum terlalu besar sehingga bisa diregulasi.”

Dia mengaku kondisi persaingan antara pengusaha hotel konvensional dengan penyedia platform akomodasi bukan merupakan sebuah ancaman. Asalkan adanya kesamaan persaingan, belum lagi keduanya diyakini memiliki market yang berbeda.

Hari Raharta salah satu pemilik Unit Airbnb mengaku era saat ini pengusaha harus mengikuti pergerakan konsumen. Menurutnya terdapat beberapa kemungkinan kenapa makin marak masyarakat yang menggunakan aplikasi tersebut. Alasannya seperti mencari penginapan yang murah serta terdekat dengan lokasi yang ingin di tuju.

Dirinya tidak mempermasalahkan pemerintah bakal mengatur sebuah regulasi untuk pemain platform akomodasi, asalkan pemerintah tetap dapat menjamin pergerakan ekonomi di daerah tetap tumbuh yang telah dibawa Airbnb.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper