Bisnis.com, JAKARTA – Pengusaha berharap layanan kargo impor di Pelabuhan Tanjung Priok lebih transparan dalam sisi biaya dan menghasilkan layanan yang memenuhi tiga unsur utama, yaitu efisien, efektif, dan cepat.
Ketua Umum Ikatan Eksportir Importir (IEI) Amalia menilai harus ada standarisasi pelayanannya termasuk ada pedoman pengawasan dan pengendalian pemberlakuan tarif pelayanan sebagai panduan importir dalam melakukan kalkulasi biaya.
”Selama ini layanan kargo impor berstatus LCL (less than container load) tidak ada standarnya termasuk dari sisi biayanya.Kami selaku importir kerepotan,” ujarnya saat Focus Group Discussion Membedah Peran CFS Center Dalam Menurunkan Biaya Logistik di Pelabuhan hari ini Rabu (11/4/2018)
Acara FGD tersebut digelar Forum Wartawan Maritim Indonesia (Forwami) bekerjasama dengan PT Pelabuhan Indonesia II.
Menurut Amalia, selama ini masalah ketidakpastian biaya kargo impor berstatus LCL lantaran importir tidak serta merta dapat menentukan cara pengiriman atau terms payment secara FOB. “Sehingga Forwarder sudah ditentukan dari supplier dengan payment terms CFR/CNF atau CIF,” ujarnya.
Dia menambahkan kendala lainnya adalah Peraturan Tata Niaga Impor dengan keharusan verifikasi di negara asal serta penerbitan ijinnya yang masih lama.
Selain itu, kegiatan penyerahan Bill Of Lading untuk penerbitan delivery order (DO) masih dilakukan manual, sementara jarak kantor forwarder atau pelayaran yang jauh dan rata-rata berlokasi jauh diluar Pelabuhan.
Amalia mengungkapkan, permasalahan respon pemberitahuan impor barang (PIB) dari Bea Cukai juga menjadi problematika tersendiri karena tidak dapat dipastikan waktunya kapan ditetapkan sebagai importasi jalur hijau, kuning atau merah.
“Faktur pajak storage, serta biaya DO diterbitkan tidak bersamaan dengan invoice bukti bayar. Dan ini juga jadi kendala kami,” tuturnya.
Akibat kondisi itu, lanjut Amalia, penyerahan BL untuk pengambilan harus ke beberapa tempat, sehingga penerbitan DO terhambat. Hal itu berdampak proses pengeluaran barang terlambat.
“Kalau proses pengeluaran barang terlambat otomatis produktivitas menurun, apalagi kami juga mesti bolak balik ke forwarder untuk mengambil / menanyakan faktur pajak,” paparnya.