Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Begini Kesiapan Negara Asean Hadapi Perang Dagang AS-China

Indonesia dan Filipina telah bergerak untuk melindungi perekonomiannya dari perang dagang lewat kinerja pasar domestik, negara lain seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand, masih bergantung dengan kinerja ekspor.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan kuliah umum bertema Digital Disruption : Peluang dan Tantangan Membangun Pondasi Ekonomi Indonesia 2045, di Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jawa Tengah, Senin (9/4)./ANTARA-R. Rekotomo
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan kuliah umum bertema Digital Disruption : Peluang dan Tantangan Membangun Pondasi Ekonomi Indonesia 2045, di Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jawa Tengah, Senin (9/4)./ANTARA-R. Rekotomo

Bisnis.com, JAKARTA – Para pembuat kebijakan di Asia Tenggara bersiap menghadapi jatuhnya perang dagang Amerika Serikat dan China. Para pemimpin kebijakan di Asean mengumumkan mereka akan fokus memperkuat pasar domestik untuk menghadapi terpaan ekonomi tersebut.

Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur Bank Sentral Thailand Veerathai Santiprabhob, dalam pertemuan pejabat regional Asean di Singapura pekan lalu memandang konflik perang dagang akan berdampak global. Kendati demikian, mereka setuju dampak langsung perang dagang bagi produk domestik bruto (PDB) Asean masih rendah untuk sekarang ini.

“Gabungan PDB kita [Asean] sebagian besar dipacu oleh konsumsi. Pemerintah pun berniat meningkatkan investasi dan mencari faktor selain ekspor untuk memicu pertumbuhan ekonomi,” kata Sri Mulyani seperti dikutip Bloomberg, Senin (9/4/2018).

Dia menambahkan, hubungan dagang antara AS dan China semakin parah seiring prospek retaliasi/tindakan balasan dalam perdagangan masih berlanjut. Sri Mulyani percaya, aksi dua negara ekonomi terbesar di dunia itu dalam aksi saling balas tarif tidak akan memuaskan kepentingan siapapun.

Adapun, Presiden AS Donald Trump yang ingin mengubah bingkai perdagangan global menyebut China melakukan praktik perdagangan tidak adil, dengan melakukan pelanggaran termasuk mencuri properti intelektual dan memberi subsidi untuk ekspornya. Untuk itu, pemerintah Trump merasa perlu untuk menghukum Beijing dengan mengenakan tarif sebesar US$50 miliar terhadap produk impor China.

Kemudian, China membalas tarif itu lewat proposalnya pada Rabu (4/4/2018) yang ingin menerapkan tarif sebesar 25% untuk produk impor asal AS . Aksi ini telah menaikan tensi perselisihan perdagangan dua negara, menekan kinerja pasar global, dan membuat para pejabat di setiap negara bersiaga menghadapi dampak negatif bagi perekonomiannya.

Mantan Managing Director World Bank ini menegaskan perselisihan itu harus diselesaikan dengan baik lewat Organisasi Dagang Internasional (WTO).

Adapun, China sebagai mitra perdagangan terbesar serta sumber investasi dan turis bagi negara-negara Asean dikhawatirkan dapat memberikan dampak negatif bagi perekonomian di kawasan Asia Tenggara lewat tensi perang dagang tersebut.

Sementara Indonesia dan Filipina telah bergerak untuk melindungi perekonomiannya dari perang dagang lewat kinerja pasar domestik, negara lain seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand, masih bergantung dengan kinerja ekspor. Akan tetapi, Sri Mulyani optimistis Indonesia dapat mencapai target pertumbuhan PDB tahun ini sebesar 5,4%, naik dari 5,1% pada 2017.

Pada kesempatan lain, Gubernur Bank Sentral Thailand Veerathai Santiprabhob menilai perselisihan dagang AS dan China, “merupakan sesuatu yang harus diperhatikan dengan seksama,” dan aksi retaliasi itu merupakan sumber kekhawatiran global. Namun, sejauh ini dia setuju bahwa “ dampaknya masih kecil”.

Dia menjelaskan bank sentral di kawasan Asean sedang berusaha mengatur kekuatan mata uang kawasan Asia Tenggara agar tetap kompetitif dibandingkan ekspor karena lingkungan perdagangan menjadi semakin menantang. “Sebagai bank sentral, kami akan meyakinkan bahwa laju apresiasi [mata uang] tidak akan mengganggu perekonomian secara keseluruhan,” imbuh Veerathai.

Dia memperingatkan negara-negara Asean harus lebih waspada terhadap dampak pergerakan mata uang, khususnya dalam volatilitas dan laju apresiasi sektor riil. Di luar Asia Tenggara, otoritas Hong Kong juga khawatir dampak perang dagang untuk perekonomian mereka.

Sementara itu, Menteri Keuangan Hong Kong Paul Chan menulis dalam blognya pada Rabu (4/4/2018), perselisihan itu dapat menghambat aktivitas perdagangan,”dan bisa juga berdampak negatif untuk perekonomian Hong Kong.” Chan mengungkapkan, pada tahun lalu ekspor China untuk AS yang melewati Hong Kong telah berkontribusi sekitar 7% untuk ekspor territorial Hong Kong.

Adapun, Joaquim Levy, Managing Director and Chief Financial Officer di World Bank memperlihatkan optimismenya bahwa perselisihan perdagangan ini dapat diselesaikan.“Akhirnya, masyarakat akan melihat ada banyak cara untuk mendapatkan win-win solutions. Jadi kami yakin ini  akan selesai. Ada banyak sekali upaya penyelesaiannya karena perdagangan adalah sesuatu yang berkembang melewati perbatasan kita,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dwi Nicken Tari
Editor : Fajar Sidik
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper