Bisnis.com, JAKARTA – Kinerja sektor logistik Indonesia pada 2018 diprediksi akan lebih baik ketimbang tahun 2017. Sementara itu kinerja logistik pada 2017 juga meningkat dibanding tahun sebelumnya.
Namun dengan memerhatikan persaingan global, keberhasilan pengembangan sektor logistik Indonesia masih memerlukan perbaikan yang berkelanjutan untuk meningkatkan daya saing nasional.
Demikian pengumuman hasil survei sektor logistik Indonesia 2017-2018 yang diselenggarakan oleh Supply Chain Indonesia (SCI) dan didukung oleh Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) serta Asean Federation of Forwarder Association (AFFA).
Survei tersebut dimaksudkan untuk mendapat persepsi dari para pemangku kepentingan terhadap sektor logistik Indonesia tahun 2017 dan prediksi tahun 2018.
Ketua SCI Setijadi mengatakan jajak pendapat dilakukan pada periode 15 Januari - 28 Februari 2018 yang diikuti 548 praktisi pelaku usaha dan penyedia jasa logistik,pemilik barang, akademisi,birokrasi, pemerhati dan pihak terkait dalam bidang ligistik.
"Praktisi yang kami lakukan survei itu 80%-nya berkegiatan sektor ligistik di DKI Jakarta, dan sisanya ada didaerah lain di Indonesia," ujar Setijadi saat mengumumkan hasil jajak pendapat tersebut, hari ini Rabu (4/4/2018).
Sesuai hasil survei, sebanyak 59,7% responden menyatakan kinerja sektor logistik Indonesia secara umum lebih baik dibandingkan tahun 2016 dan 65,8% responden menyatakan prediksi kinerja sektor logistik Indonesia secara umum pada 2018 akan lebih baik dihandingkan tahun 2017.
Ada pun mengenai daya saing logistik Indonesia terhadap negara Asean, responden yang terlibat dalam jajak pendapat itu berimbang.
Mengenai penerapan program tol laut terhadap peningkatan kinerja logistik nasional, sebanyak 45,1% responden menyatakan penerapannya sudah efektif atau sangat efektif.
"Namun sebanyak 50,1% responden menyatakan penerapan program tol laut belum atau tidak afektif," ujarnya.
Tarif Petikemas
Ketua Umum DPP ALFI, Yukki Nugrahawan Hanafi mengatakan, banyak faktor yang membuat daya saing logistik nasional rendah.
Salah satunya, kata dia, adanya tarif progresif penumpukan peti kemas di pelabuhan khususnya di pelabuhan Tanjung Priok yang selama ini mendominasi kegiatan ekspor impor secara nasional
"Dinegara lain tidak ada itu istilah tarif progresif, ini mahal dan sangat berdampak pada daya saing logistik nasional," paparnya.
Selain itu, kata Yukki, masih adanya aturan yang tumpang tindih antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyangkut aktivitas logistik.
"Kami apresiasi hasil jajak pendapat itu tapi kita belum bandingkan dengan kinerja logistik yang terjadi di kawasan Asean pada tahun ini," ujar Yukki.