Bisnis.com, JAKARTA -- PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) berencana mengembangkan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) dengan total kapasitas 195 megawatt (MW) di wilayah Jawa dan Bali.
Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2018—2027, pengembangan akan dilakukan di wilayah DKI Jakarta dengan total kapasitas 85 MW, Banten 20 MW, Jawa Barat, yakni Bekasi 10 MW dan Bogor, Cirebon, Cianjur sebesar 20 MW.
Kemudian di wilayah Jawa Tengah antara lain Semarang 10 MW, Surakarta 15 MW, dan Pekalongan sebesar 5-10 MW. Selain itu, di Jawa Timur dan Bali dengan lokasi tersebar, kapasitas yang dikembangkan masing-masing sebesar 10 MW dan 15 MW.
Dari rencana pengembangan di sembilan provinsi tersebut, baru proyek di Bekasi, Jawa Barat yang telah memasuki tahap konstruksi. Ditargetkan dapat beroperasi secara komersial atau commercial on date (COD) pada 2022. Untuk wilayah Jawa Timur saat ini masih dalam tahap pengadaan. Sedangkan sisanya masih dalam tahap rencana dan masih belum dialokasikan.
Saat ini, menurut data Kementerian ESDM, baru dua PLTSa yang telah diimplementasikan di Indonesia, yakni di Bekasi milik pengembang swasta, PT Navigat Organik, yang berkapasitas 12 MW dan COD sejak 2011. Serta PLTSa yang dikembangkan PT Sumber Organik di Surabaya berkapasitas 1,6 MW.
Pengembangan PLTSa merupakan bagian dari upaya untuk mencapai target bauran energi baru dan terbarukan sebesar 23% pada 2025.
Pengembangan PLTSa dapat menggunakan cara pengumpulan dan pemanfaatan gas metana atau biogas dengan teknologi sanitary landfill, anaerob digestion, atau sejenisnya dari hasil penimbunan sampah atau melalui pemanfaatan panas dengan teknologi thermochemical.
Adapun berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 50/2017, harga pembelian tenaga listrik PLTSa ditetapkan maksimum 100% dari rata-rata biaya pokok penyediaan (BPP) listrik daerah setempat, bila BPP setempat lebih besar dari rata-rata BPP nasional. Bila BPP setempat lebih rendah dari rata-rata BPP Nasional, tarif ditentukan melalui kesepakatan para pihak.