Bisnis.com, JAKARTA—Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat industri dalam negeri menahan ekspasi usaha pada Februari 2018.
Melambatnya keyakinan industri untuk ekspansi ini terlihat dari terjadinya penurunan impor bahan baku dan bahan penolong. Pada Februari, impor bahan baku dan bahan penolong oleh industri mencapai US$10,58 miliar. Jumlah impor itu lebih rendah 7,74% dibandingkan dengan Januari 2018 yang mancapai US$11,47 miliar.
"Sepertinya industri agak menahan diri," kata Kepala BPS Kecuk Suhariyanto di Jakarta, Kamis (15/3/2018).
Bahan baku industri yang mengalami penurunan nilai impor pada Februari berdasarkan persentase adalah gandum yang ditujukan untuk konsumsi (-19,57%), kedelai (-13,87%), kapas (-25,13%), mesin-mesin elektronik (22,06%), bahan baku pesawat (-51,05%) serta potasium klorida (-2,62%).
Penggunaan potasium klorida dalam industri biasanya dimanfaatkan untuk bahan baku pupuk, bahan baku kandungan infus, reaktan di laboratorium, hingga pengolahan makanan.
Suhariyanto menyatakan saat ini impor bahan baku merupakan penyumbang terbesar impor nasional. Dari total impor Februari 2018 yang mencapai US$14,21 miliar, impor golongan bahan baku menjadi penggerak terbesar yang mencapai 74,67%. Sisanya berasal dari impor barang modal 16,03% atau US$2,52 miliar, dan barang konsumsi US$1,38 miliar.
"Untuk mengendalikan impor ini perlu maka perlu membangun industri yang memproduksi barang substitusi terutama untuk kebutuhan industri di hulu. Seharusnya kita bisa," katanya.
Sementara itu, Direktur Statistik Distribusi BPS Anggoro Dwitjahyono menuturkan terjadinya penurunan impor bahan baku mesti dilihat lebih cermat. Dia mengatakan bisa saja industri sedang menyusun strategi mengingat sebentar lagi akan masuk bulan Ramadan dan Idulfitri. Pabrikan umumnya mendongkrak produksi karena konsumsi juga meningkat.
"[Apakah kinerja memang tertahan] akan terlihat pada laporan Maret," katanya.