Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Keramik Bakal Ajukan Safeguard

Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI) sedang mengajukan tindakan pengamanan safeguard untuk menahan gempuran produk impor.
Elisa Sinaga, Ketua Umum ASAKI, menyerahkan cendera mata kepada Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada acara pembukaan pameran Keramika, Megabuild dan Safety, Security and Facility Management 2018, Kamis (15/3/2018)./JIBI-Annisa Sulistyo Rini
Elisa Sinaga, Ketua Umum ASAKI, menyerahkan cendera mata kepada Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada acara pembukaan pameran Keramika, Megabuild dan Safety, Security and Facility Management 2018, Kamis (15/3/2018)./JIBI-Annisa Sulistyo Rini

Bisnis.com, JAKARTA—Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI) sedang mengajukan tindakan pengamanan safeguard untuk menahan gempuran produk impor.

Elisa Sinaga, Ketua Umum ASAKI, mengatakan saat ini industri keramik menghadapi masalah kenaikan impor di saat permintaan domestik menurun. Produk keramik impor asal China banyak masuk ke pasar dalam negeri. Apalagi tahun ini bea masuk keramik turun dari 20% menjadi 5% dan dikhawatirkan impor semakin meningkat.

"Ada beberapa langkah untuk mengendalikan impor dari negara lain yang kami anggap mengganggu, salah satunya kami mengajukan safeguard yang diwakilkan oleh lima perusahaan. Besok rapat final terakhir," ujarnya di acara pembukaan pameran Keramika, Megabuild dan Safety, Security and Facility Management 2018, Kamis (15/3/2018).

Elisa menyebutkan impor keramik terus meningkat tiap tahun dengan rerata pertumbuhan sebesar 20%. Pada tahun ini, dia memperkirakan impor bisa tumbuh hingga 40% dengan penurunan bea masuk.

Indonesia harus dapat seperti negara lain yang melindungi industri keramik masing-masing dengan penerapan bea masuk antidumping. Pemerintah Eropa, misalnya, menerapkan BMAD sebesar 69% dan Vietnam sebesar 39%. 

"Selain itu, kami juga ingin mengajukan kalau mungkin produk keramik masuk pre-shipment inspection. Ini karena kami diperlakukan demikian kalau mau ekspor oleh negara yang kami tuju," jelas Elisa.

Asosiasi juga akan terus memperjuangkan penurunan harga gas industri untuk menekan biaya produksi. Harga gas yang tinggi menyebabkan produk keramik dalam negeri sulit bersaing dengan produk impor yang memiliki harga lebih murah.

"Kami berharap paling tidak harga gas di Jabar dan Jatim bisa disamakan harganya karena satu bagian pasar. Sekarang selisih sekitar US$1,05 per MMBTU," katanya.

Elisa menegaskan pihaknya akan terus memperjuangkan industri keramik nasional agar bisa kembali pada posisi empat besar dunia dari posisi saat ini yang berada pada tujuh besar dunia.

Sepanjang tahun lalu, volume produksi industri keramik dalam negeri sekitar 350 juta m2 dari kapasitas terpasang sebesar 580 juta m2. Kebutuhan dalam negeri berada di kisaran 400 juta m2 dengan impor tahun lalu sebesar 61 juta m2

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper