Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah akan melakukan percepatan sertifikasi bagi unit usaha pembudidayaan ikan, khususnya komoditas untuk orientasi ekspor sebagai respons atas kekhawatiran pelaku usaha tentang keberterimaan produk perikanan di pasar global, khususnya Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Dirjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebjakto mengatakan percepatan dilakukan dengan cara 'jemput bola' unit-unit usaha yang siap disertifikasi. Agar lebih efisien, KKP melimpahkan kewenangan sertifikasi kepada dinas kelautan dan perikanan provinsi di seluruh Indonesia.
Dia menuturkan sejauh ini belum ada keluhan soal mutu dari negara-negara tujuan ekspor, khususnya bagi produk udang yang mayoritas telah bersertifikat Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB). Kondisi itu juga dikuatkan oleh kinerja ekspor udang yang cenderung positif dari tahun ke tahun.
"Tahun ini KKP menyiapkan anggaran Rp3,1 miliar untuk kepentingan sertifikasi, yakni untuk sertifikasi Cara Pembenihan Ikan Yang Baik (CPIB) dan Cara Budidaya Ikan Yang Baik (CBIB). Anggaran ini kami lebih banyak alokasikan melalui dekonsentrasi sehingga seluruh provinsi dapat melakukan proses sertifikasi sekaligus surveillance ke unit-unit usaha budidaya,” kata Slamet dalam siaran pers, Minggu (11/3/2018).
Menurut dia, jumlah auditor CBIB sekitar 1.000 orang dan tersebar di berbagai daerah. Sebelumnya, proses penilaian sertifikasi dilakukan oleh tim auditor pusat sehingga butuh waktu dan anggaran yang tidak sedikit. Hingga 2017, unit usaha budidaya yang tersertifikasi mencapai 8.792 unit.
Slamet juga mengatakan KKP telah melakukan harmonisasi kaidah CBIB dengan standard internasional atau global good aquaculture pratices (global GAP) yang isinya lebih komprehensif sesuai permintaan pasar perikanan global. Di dalamnya, aspek keberlanjutan menjadi perhatian, bukan hanya aspek mutu, keamanan pangan, dan tanggung jawab sosial.
"Kami tengah berencana menyatukan seluruh sertifikasi, yakni CPIB, CBIB, CPPIB [Cara Pembuatan Pakan Ikan yang Baik], ke dalam satu dokumen sertifikasi, yakni Indonesian Good Aquaculture Practice (IndoGap). Ini untuk menjamin agar proses sistem jaminan mutu dan keamanan pangan lebih terintegrasi,” tambahnya.
Terkait dengan rencana pembentukan struktur baru yang independen, Slamet mengatakan saat ini rencana itu dalam tahap penyiapan payung hukum yang relevan. KKP telah menggandeng Badan Standardisasi Nasional (BSN) dan pemangku kepentingan untuk membahasnya.
Untuk menjamin konsistensi penerapan CBIB pada pembudidaya kecil, pemerintah juga akan melakukan kontrol melalui inspeksi secara berkala untuk membina dan menumbuhkan tanggung jawab pembudidaya. Inspeksi bisa melibatkan pengawas perikanan yang sudah ada. Di sisi lain, KKP juga melakukan perbaikan sistem kodefikasi bagi pembudidaya udang di seluruh Indonesia untuk memudahkan ketertelusuran.
Slamet menuturkan kesempatan bagi unit pengolahan ikan (UPI) untuk terlibat dalam proses sertifikasi sangat terbuka pada masa depan sehingga ada feedback positif antara UPI selaku konsumen dengan pembudi daya.
KKP telah menjajaki mekanisme itu dengan perusahaan ritel besar dunia, yakni Walmart melalui Hatfield. Nantinya, pemerintah menyiapkan standard IndoGap, sedangkan UPI berperan dalam proses sertifikasi. Adapun auditor tetap melibatkan tim yang sudah ada.
"Mudah-mudahan semua pihak bisa terima konsep ini sehingga sertifikasi memiliki daya kontrol yang kuat. Namun, semuanya butuh proses karena perlu menyiapkan perangkat yang jelas,” tuturnya.
Slamet juga meminta UPI memberikan insentif khusus bagi pembudi daya yang konsisten menerapkan CBIB. Insentif khusus itu misalnya dalam bentuk harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk yang tidak tersertifikasi. Dengan demikian, pembudi daya yang mengantongi sertifikat mendapatkan nilai tambah.
Pemerintah, lanjut dia, kini coba membuka pasar nontradisional ekspor udang, misalnya ke Timur Tengah, China, dan Rusia. Selama ini, sebagian besar tujuan ekspor udang adalah AS dan Uni Eropa