Bisnis.com, JAKARTA - Kendati belum berlaku secara efektif, kegiatan ekspor batu bara mulai terkena dampak Peraturan Menteri Perdagangan No. 82/2017 tentang tentang Ketentuan Penggunaan Angkutan Laut dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan para pembeli di luar negeri mulai mewaspadai beleid anyar tersebut. Menurutnya, beberapa pihak bahkan sudah menunda rencananya untuk mengikat kontrak dengan produsen dari Indonesia.
"Banyak informasi, ada beberapa yang mau kontrak dari luar, mereka mau postpone. Kemarin Trafigura ngomong, kemudian Glencore. Potential buyer di sana sudah bertanya," ujarnya di sela acara Argus Coalindo Indonesian Coal Forum 2018, Kamis (8/2/2018).
Dia menjelaskan selama ini dalam kegiatan ekspor, pihak pembeli selalu menyediakan kapal sendiri. Hendra menilai hal tersebut dilakukan karena dianggap lebih efisien.
Apabila harus menggunakan kapal nasional, maka pihak produsen yang harus menyediakan kapalnya. Padahal, hal tersebut membutuhkan waktu yang tidak sedikit, yakni dua hingga tiga bulan.
"Kalau penjual mencari kapal, skema transaksi berubah, asuransinya juga. Hal-hal spesifik ini mereka jadi bertanya-tanya," katanya.
Di sisi lain, ketersediaan kapal nasional pun masih sangat terbatas. Menurutnya, kemungkinan hanya sekitar 4% saja dari volume ekspor yang bisa diangkut oleh kapal nasional. Itu pun masih harus dilihat dulu jenis kapalnya.
"Berarti untuk mencapai 100% perlu ditentukan dari sekarang blue print-nya dan kita minta jangan berubah-ubah," ujarnya.
Dia khawatir hal tersebut justru menghambat kegiatan ekspor. Alhasil, penerimaan negara bisa berkurang.
Adapun dalam pasal 5 Permendag No. 82/2017 diatur apabila armada angkutan laut nasional tidak mencukupi untuk kegiatan ekspor, maka bisa dilakukan juga dengan kapal angkutan laut asing. Namun, petunjuk teknisnya masih belum jelas.