Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) meminta Kementerian Perdagangan untuk mengkaji kembali Peraturan Menteri Perdagangan No. 82/2017 tentang tentang Ketentuan Penggunaan Angkutan Laut dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu agar tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip perdagangan internasional.
Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia mengatakan, jangan sampai aturan yang mewajibkan penggunaan kapal nasional untuk kegiatan ekspor batu bara dan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) itu justru dipermasalahkan oleh pihak pembeli di luar negeri.
"Ini bertentangan apa tidak dengan WTO? Kita juga kan punya perjanjian dagang bilateral, dengan ASEAN juga, apalagi ada CEPA, dan lain-lain. Apakah tidak bertentangan dengan yang seperti ini? Kami minta ini dikaji dulu," tuturnya di sela acara Argus Coalindo Indonesian Coal Forum 2018, Kamis (8/2/2018).
Menurutnya, masing-masing negara memiliki aturan yang berbeda-beda, tetapi akan mengacu pada prinsip-prinsip perdagangan internasional apabila kontrak terjalin antarnegara.
Hendra mencontohkan ketika mineral mentah dilarang untuk diekspor, Jepang sebagai salah satu konsumen utama sempat mengancam Indonesia untuk dibawa ke WTO.
Selain itu, harus ada renegosiasi untuk perubahan ketentuan di tengah jalan dalam sebuah kontrak. Hal tersebut bisa membuat kesepakatan menjadi lebih sulit tercapai.
"Kalau renegosiasi kontrak biasanya ngomong lagi, renegosiasi harga. Sentimen begini kita khawatir bisa jadi lebih mahal," ujarnya.
Seperti diketahui, Permendag No. 82/2017 tersebut mewajibkan penggunaan kapal nasional untuk ekspor batu bara dan CPO. Beleid yang diundangkan pada 31 Oktober 2017 itu rencananya bakal dijalankan secara efektif enam bulan setelah terbit.
Dia berharap agar petunjuk teknis bisa segera terbit pada bulan ini supaya tidak membingungkan para pelaku usaha.