Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Batu Bara Khusus, Kebutuhan Solusi Kian Mendesak

Kian tingginya harga batu bara acuan (HBA) mendorong pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM, untuk segera menemukan solusi dalam kaitan mencari formula yang tepat untuk batu bara yang dijual ke pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dalam negeri.
PLTU Tanjung Jati B/pln.co.id
PLTU Tanjung Jati B/pln.co.id

Bisnis.com, JAKARTA - Kian tingginya harga batu bara acuan (HBA) mendorong pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM, untuk segera menemukan solusi dalam kaitan mencari formula yang tepat untuk batu bara yang dijual ke pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dalam negeri.

Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, HBA Febuari 2018 ditetapkan senilai US$100,69 per ton atau naik 5,39% dari HBA Januari senilai US$95,54 per ton. HBA tersebut jadi yang tertinggi sejak Desember 2016 yang berada pada level US$101,69 per ton.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan pihaknya harus turut mempertimbangkan kepentingan PT PLN (Persero). Pasalnya, perusahaan pelat merah tersebut bakal kian terbebani dengan harga batu bara yang tinggi.

"Dengan harga lebih dari US$100 per ton kan berat untuk PLN. Tapi, sesuai dengan surat sebelumnya bahwa BBM dan listrik tidak akan naik sampai akhir Maret 2018. Pemerintah konsisten dengan itu," ujarnya di kantor Kementerian ESDM, Selasa (6/2/2018).

Dia menyatakan pihaknya tengah duduk bersama PLN dan produsen batu bara untuk mencari formulasi terbaik. Agung berharap formula tersebut bisa memberikan manfaat untuk kedua belah pihak.

"[Formula] untuk listrik saja. Ini sedang dibicarakan formulasinya," katanya.

Seperti diketahui, sejak tahun lalu PLN mengusulkan agar harga batu bara untuk PLTU dalam negeri menggunakan skema khusus. Hal itu untuk mengantisipasi tingginya harga batu bara.

Adapun kebutuhan batu bara untuk PLTU mencapai 80-90 juta ton per tahun atau sekitar 80% dari total kewajiban pasokan dalam negeri (domestic market obligation/DMO). Porsinya dalam bauran energi primer PLN mencapai 60%.

Perusahaan pelat merah tersebut sempat mengusulkan skema cost plus margin.

Namun, Menteri ESDM Ignasius Jonan menilai skema cost plus margin untuk menentukan harga jual batu bara sudah usang.

Menurutnya, skema tersebut tidak mendorong produsen dan pembeli batu bara untuk lebih meningkatkan efisiensinya. Bahkan, patokan cost atau ongkos produksinya rawan dipermainkan.

Belakangan, sekam tersebut masih menjadi salah satu dari sekian banyak opsi yang tengah dirundingkan antara PLN dan produsen batu bara untuk kemudian diajukan kepada Jonan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Lucky Leonard
Editor : Sepudin Zuhri
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper