Bisnis.com, JAKARTA - Harga batu bara acuan (HBA) melanjutkan tren prositif setelah kembali menembus level US$100 per ton pada Februari 2018.
Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, HBA Febuari 2018 ditetapkan senilai US$100,69 per ton atau naik 5,39% dari HBA Januari senilai US$95,54 per ton. HBA tersebut jadi yang tertinggi sejak Desember 2016 yang berada pada level US$101,69 per ton.
Sebelum Desember 2016 tersebut, HBA terakhir kali menyentuh level US$100 per ton pada Mei 2012, tepatnya US$102,12 per ton. Setelah itu, harga batu bara terus merosot hingga akhirnya mulai bangkit pada pertengahan 2016.
Jika dirata-ratakan, dalam dua bulan pertama 2018 ini HBA telah berada pada level US$98,12 per ton atau berada di atas rata-rata HBA sepanjang 2017 senilai US$85,92 per ton. Apalagi jika dibandingkan dengan rata-rata HBA pada 2016 yang hanya senilai US$61,84 per ton.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan kenaikan HBA sesuai dengan kenaikan indeks-indeks internasional pembentukknya. Adapun keempat indeks penyusun tersebut adalah Indonesia Coal Index (ICI), New Castle Global Coal (GC), New Castle Export Index (NEX), dan Platts59 dengan masing-masing indeks memiliki bobot 25%.
Agung menjelaskan peningkatan permintaan batu bara dari China memicu kenaikan harga pada indeks-indeks tersebut. Hal itu disebabkan penggunaan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang juga meningkat.
"Permintaan dari China memang naik. Salah satunya itu, banyak yang sebelumnya pakai pembangkit EBT [energi baru terbarukan] balik lagi ke PLTU," ujarnya di kantor Kementerian ESDM, Selasa (6/2/2018).