Bisnis.com, JAKARTA - Kegiatan penanganan kargo impor berstatus less than container load (LCL) pada fasilitas pusat konsolidasi kargo atau container freight station (CFS Centre) di Pelabuhan Tanjung Priok meningkat.
Peningkatan tersebut, dari sebelumnya rerata menangani 10.000-an billing dokumen kargo LCL/bulan kini mencapai lebih dari 12.000-an dokumen per bulan, atau tumbuh sekitar 20%.
Informasi yang diperoleh Bisnis pada Jumat (2/2/2018) dari pengelola fasilitas tersebut, sejak dioperasikan pada 18 November 2017 s/d akhir Januari 2018, fasilitas CFS centre di Pelabuhan Priok, kini mampu melayani 400-an transaksi (billing) layanan pergudangan untuk kargo impor LCL per hari.
Adapun kecepatan pelayanan billing dokumen untuk pengeluaran barang setelah clear diverifikasi kepabeanannya pada fasilitas tersebut juga mengalami perbaikan dari sebelumnya rata-rata memerlukan waktu sekitar 7 menit per /dokumen, kini hanya sekitar 2 menit per dokumen.
Ketua Umum Dewan Pemakai Jasa Angkutan Laut Indonesia (Depalindo) Toto Dirgantoro mengatakan pelabuhan yang melayani kegiatan ekspor impor seperti Pelabuhan Tanjung Priok harus memiliki fasilitas CFS Centre untuk memberikan efisiensi layanan dan biaya logistik pengguna jasa.
“Dahulu di era 1990-an juga ada fasilitas seperti itu di unit terminal peti kemas (UTPK-1). Namun, ketika UTPK-1 berubah menjadi JICT [Jakarta International Container Terminal] fasilitas tersebut tak ada lagi. Sekarang disiapkan lagi oleh Pelindo II, tentunya kami sangat apresiasi hal ini,” ujarnya kepada Bisnis pada Jumat (2/2/2018).
Dia berharap untuk optimalisasi fasilitas CFS Centre, manajemen pengelola terminal peti kemas ekspor impor di Tanjung Priok dapat berkoordinasi dan bekerjasama dalam pemanfaatannya untuk layanan kargo impor LCL.
Wisnu Waskita, Komisaris PT Tata Waskita, salah satu perusahaan forwarder dan logistik di Priok, mengemukakan kehadiran CFS centre di Priok sangat membantu percepatan layanan barang impor berstatus LCL sehingga bisa menekan biaya logistik lantaran layanan yang diberikan secara terpusat atau satu atap.
CFS Centre, lanjutnya, juga sebagai solusi dalam menekan dwelling time di Pelabuhan Priok mengingat pelayanan yang diberikan transparan, online, cepat, dan murah termasuk di dalamnya menyangkut jasa pengurusan dokumen pre-clearance, custom clearance, dan post clearance guna mendorong daya saing logistik nasional.
“Tarif yang diberlakukan di fasilitas tersebut juga sudah single billing sehingga memberikan kepastian pengguna jasa,” ujar Wisnu.
Ketika dikonfirmasi Bisnis, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara Indonesia (Aptesindo) Rudolf Valentino Bey, mengatakan layanan kargo impor LCL di luar Pelabuhan Priok yang masih dilayani di fasilitas tempat penimbunan sementara (TPS) dalam kawasan pabean pelabuhan tersebut, juga terus melakukan peningkatan dan percepatan kinerja layanan kepada pengguna jasa, baik forwarder maupun importir.
"Layanan cargo impor LCL ini sifatnya b to b (business to business) antara consigne atau forwarder dengan operator fasilitas gudang penampung. Kita berharap kompetisinya lebih sehat dan tidak ada monopolis hanya di satu fasilitas,” tuturnya.
Sebelumnya, Direktur Operasi dan Sistem IT PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II/Indonesia Port Corporation (IPC) Prasetiadi mengatakan kehadiran CFS Centre di Pelabuhan Priok dalam rangka tata kelola pelabuhan menuju modernisasi dan digital port untuk memberikan efisiensi layanan jasa kepelabuhanan dan kelancaran arus barang.
PT Pelindo II menunjuk PT Multi Terminal Indonesia (MTI)/IPC Logistik, anak perusahaan Pelindo II, dan PT Agung Raya Public Warehouse (APW) sebagai operator pada fasilitas CFS Centre di Priok.