Bisnis.com, JAKARTA - Belum banyak terbukti sebagai proyek yang menguntungkan menjadi salah satu alasan kurang berkembangnya industri penghiliran batu bara.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan salah satu alasan utama belum berkembangannya penghiliran batu bara adalah faktor keekonomian.
"Alasannya memang seperti itu [keekonomian]. Karena belum banyak yang proven juga," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (1/2/2018).
Namun, penghiliran batu bara berupa gasifikasi kini siap dikembangkan secara komersial oleh PT Bukit Asam Tbk. (PTBA). Anggota holding BUMN industri pertambangan tersebut menggandeng PT Pertamina (Persero), PT Pupuk Indonesia (Persero), dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. (TPIA) dengan membentuk usaha patungan (joint venture/JV).
Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin mengatakan studi proyek pembangunan tersebut masih dilakukan. Dia memperkirakan nilai investasinya bisa melebihi US$1 miliar.
"Ya mungkin lebih [US$1 miliar]. Ini semuanya lagi distudi," ujarnya beberapa waktu lalu.
PTBA, Pertamina, Pupuk Indonesia, dan TPIA akan menyiapkan pelaksanaan bankable studi kelayakan (feasibility study/FS), amdal, dan persiapan pendanaan untuk selanjutnya mengadakan proses pengadaan engineering, procurement, construction (EPC). Dia berharap prosesnya berjalan cepat, sehingga konstruksi bisa segera dilaksanakan.
"Financial close tahun depan insya Allah. Kita harapkan di 2019 awal atau di 2018 akhir kita sudah mulai konstruksi," tuturnya.
Arviyan berharap produksi hasil gasifikasi batu bara tersebut mampu memenuhi kebutuhan pasar. Pertamina, Pupuk Indonesia, dan TPIA akan menjadi pembeli utamanya.
"Targetnya bisa menghasilkan 500.000 ton urea per tahun, 400.000 ton DME per tahun, dan 450.000 ton polypropylene per tahun," ujarnya.
Untuk mencapai target produksi tersebut, batu bara yang dibutuhkan mencapai 9 juta ton per tahun, termasuk untuk mendukung kebutuhan bahan bakar bagi pembangkit listriknya. Seluruh kebutuhan batu bara akan dipenuhi oleh PTBA.