Bisnis.com, JAKARTA - Aturan kapal pengangkut ikan hidup akan direvisi agar ekspor ikan napoleon bisa kembali berjalan. Indonesia memperoleh kuota ekspor jenis ikan yang dilindungi karena langka itu 35.000 ton tahun ini.
Dirjen Perikanan Budi Daya Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebjakto mengatakan kapal-kapal pengangkut ikan hidup yang ada saat ini tidak memiliki izin untuk mengangkut ikan napoleon. Umumnya, jenis muatan yang tercantum dalam surat izin kapal pengangkut ikan hidup (SIKPI) adalah ikan kerapu.
Pasal 10 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 32/Permen-KP/2016 tentang Kapal Pengangkut Ikan Hidup menyebutkan kapal dilarang mengangkut ikan yang tidak tercantum dalam SIKPI.
Agar dapat mengangkut ikan napoleon, SIKPI harus diubah. Namun, regulasi itu menetapkan SIKPI baru dapat diubah setelah masa berlaku SIKPI habis. Di sisi lain, napoleon di beberapa sentra pembesaran sudah memasuki usia panen sehingga ekspor harus segera dilakukan.
"Sekarang sedang direvisi Permen-nya agar lebih fleksibel lagi," kata Slamet saat dihubungi, Jumat (26/1/2018).
Aturan akan disesuaikan agar perubahan jenis muatan dapat dilakukan tanpa menunggu masa berlaku SIKPI habis.
Slamet bercerita, dahulu ekspor napoleon alias humphead wrasse hanya dapat dilakukan menggunakan pesawat karena jenis ikan karang terbesar itu masuk ke dalam Appendiks II the Convention on International Trade in Endangered Species of Fauna and Flora (CITES).
Saat ini, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mengizinkan pengangkutan ikan napoleon hidup dapat dilakukan menggunakan kapal, khusus dari lokasi pembesaran di Natuna.
Hingga kini, tutur Slamet, belum ada pengajuan SIKPI dari para pengusaha kapal angkut untuk ikan napoleon.
Indonesia telah mengantongi restu dari CITES untuk mengekspor 35.000 ekor ikan napoleon. Persetujuan itu akan membantu mengurangi penumpukan stok di beberapa sentra pembesaran napoleon, seperti di Kepulauan Anambas dan Kepulauan Natuna. Ikan napoleon yang boleh diekspor adalah yang berukuran 1 kg per ekor, menurut rekomendasi KLHK selaku management authority.
Sejak 2015, Indonesia hanya mendapatkan kuota ekspor 5.000 ekor, sedangkan menurut hasil survei Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Padang pada 2016, jumlah ikan napoleon di keramba pembesaran (ranching) di Natuna saja 115.409 ekor. Dari jumlah itu, 54.225 ekor siap diekspor pada 2016 dan 29.982 ekor siap diekspor pada 2017.
Medio 2017, Hanafi, pemilik keramba ikan napoleon di Pulau Tiga, Natuna, menunjukkan dua keramba miliknya di yang penuh napoleon siap panen (Bisnis.com, 14/5/2017).
"Tak ada niat untuk melawan pemerintah. Akan tetapi, sekarang keramba-keramba kami siap panen. Ini harus bagaimana?" katanya.
Menurut Syahbandar Sedanau, Liber Putahayan, di sekitar Pulau Tiga dan Sedanau yang hampir 70% penduduknya tinggal di rumah terapung ini, ada ribuan keramba budidaya napoleon dan kerapu yang tergolong ikan mahal.
Tujuan utama ekspor napoleon selama ini adalah Hong Kong dan China. Di sana, ikan disajikan dalam perjamuan dan makan malam mahal untuk menunjukkan status sosial tinggi tuan rumah. Napoleon dipajang di akuarium restoran sebelum diolah menjadi menu istimewa.
Mengutip www.thestandard.com.hk, harga ritel satu kilogram napoleon 1.550-1.600 dolar Hong Kong pada 2016 atau sekitar Rp2,7 juta (kurs Rp1.704 per dolar Hong Kong). Adapun menurut situs www.hk-fish.net, harga ikan napoleon 1.262,3 dolar Hong Kong per kg pada 2016 atau Rp2,2 juta per kg.