Bisnis.com, JAKARTA -- Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB) PT Perusahaan Gas Negara yang membahas holding BUMN migas dijadwalkan berlangsung sore ini, Kamis (25/1/2018).
RUPS tersebut akan menyetujui rencana pemerintah yang akan mengalihkan saham PT PGN milik pemerintah ke saham PT Pertamina. PGN akan menjadi anak usaha Pertamina.
Saham pemerintah di PGN tercatat sebesar 57%. Sedangkan sisanya, perusahaan itu dimiliki oleh publik. PGN merupakan salah satu emiten di Bursa Efek Indonesia dengan kode perusahaan PGAS.
Pusat Studi Energi (PSE) Universitas Gadjah Mada (UGM) mengomentari, saham PGN bisa terdampak dengan holding tersebut. Berdasarkan ketentuan Pasal 62 UU Perseroan Terbatas, setiap pemegang saham tersebut berhak meminta kepada Perseroan (PGN) agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar.
"Sebagai contoh, di sektor migas, saham minoritas PGN yang sudah go-public mungkin keberatan atas adanya pengalihan saham PGN dari negara kepada Pertamina," ujar Kepala PSE UGM, Deendarliyanto melalui keterangan tertulis, Kamis (25/1/2018).
Seharusnya, lanjut Deen, pemerintah tidak gegabah melakukan holding dan belajar dari kegagalan holding yang dibentuk sebelumnya. Misalkan pada holding Perkebunan terlihat terus mengalami kerugian. Atau holding BUMN semen yang sampai dengan saat ini masih mengalami penurunan laba. Tak hanya itu, ternyata sejak dilakukan holding pada 1998, hingga saat ini masih belum selesai konsolidasi.
Sebelumnya, DPR juga meminta diikutsertakan dalam pembentukan holding minyak bumi dan gas itu. DPR meminta pemerintah untuk menghormati saham yang dimiliki publik.
Namun, seperti yang diberitakan sebelumnya, pemerintah menyatakan bahwa holding ini bertujuan agar industri migas lebih efektif di sisi hulu dan hilir hingga memberikan manfaat kepada konsumen dan masyarakat.