Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Holding Tambang, Pemerintah Harus Hormati Saham Publik

Pemerintah harus menghormati saham publik dari holding BUMN tambang karena sejumlah perusahaan yang tergabung dalam holding tersebut masih dimiliki publik. Hal ini perlu dipertegas dengan melihat regulasinya.

Bisnis.com, JAKARTA-- Pemerintah harus menghormati saham publik dari holding BUMN tambang karena sejumlah perusahaan yang tergabung dalam holding tersebut masih dimiliki publik. Hal ini perlu dipertegas dengan melihat regulasinya.


Pemerintah membentuk holding BUMN Tambang yaitu PT Aneka Tambang (Antam) Tbk, PT Bukit Asam (PT BA) Tbk, PT Timah Tbk kepada PT Inalum (Persero) sebagai holding company. Adapun pembentukan holding tambang tersebut untuk mengambil saham PT Freeport Indonesia.


Pakar Ekonomi Universitas Padjajaran Ersa Tri Wahyuni mengatakan, pemerintah bisa saja mengintervensi beberapa perusahaan yang telah melantai di bursa itu, tanpa memerhatikan saham publik. Menurutnya, perlu adanya penelusuran dalam, seperti mengkaji aturan mengenai BUMN.


"Kita perlu melihat lebih dalam, pemerintah punya hak apa di saham seri A tersebut? Kalau dari sudut pandang akuntansi sederhana saja, perusahaan induk dapat mengkonsolidasi anak perusahaan bila memiliki pengendalian," Kata Ersa Tri Wahyuni kepada wartawan, Kamis (18/1).


Senada, Wakil Ketua Komisi VI DPR Inas Nasrullah Zubir mengatakan, pemerintah telah berbuat sewenang-wenang pada pemilik saham mayoritas, lantaran sekecil apapun saham pemerintah pada anak perusahaan holding akan mampu mengintervensi anak perusahaan tersebut.


“Ini tentu kesewenag-wenangan, misalkan satu persen saja saham pemerintah pada anak perusahaan holding, pemerintah bisa mengintervensi kebijakan pada anak perusahaan itu. Padahal disitu terdapat saham publik. Nah aturan itu mengacu kemana? Dalam UU tidak ada," kata Inas.


Sementara Anggota Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih menyayangkan langkah holding BUMN tambang yang terkesan terburu-buru hingga tanpa melibatkan persetujuan DPR.


"Mestinya tunggu dulu penyelesaian Undang-Undang, baru kemudian holding. Selain itu juga, holding perlu persetujuan DPR, meskipun niat dan tujuan holding itu baik, kalau tidak ada pengawas dari DPR, itu bahaya," ujar dia.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rustam Agus

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper