Bisnis.com, JAKARTA–Rencana impor beras jadi gaduh, Wakil Presiden Jusuf Kalla menduga bahwa Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita saat itu kurang teliti dalam menetapkan kebijakan sesuai dengan aturan yang ada.
Importasi beras sebanyak 500.000 ton sempat gaduh setelah pemerintah mengubah wewenang impor dari Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) ke Perum Bulog.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menduga bahwa Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita saat itu kurang teliti dalam menetapkan kebijakan sesuai dengan aturan yang ada.
“Mungkin menteri perdagangan kurang mempelajari tentang aturan-aturan itu. Tapi memang dua Inpres yang ada itu jelas bahwa [memberikan kewenangan pada] Bulog,” katanya, di Kantor Wakil Presiden hari ini, Selasa (16/1/2018).
Beleid yang Wapres maksud yakni Pasal 3 ayat (2) huruf d Perpres Nomor 48/2016 dan diktum ketujuh angka 3 Inpres Nomor 5/2015. Dalam dua aturan itu, dinyatakan bahwa tugas impor dalam upaya menjaga stabilitas harga adalah kewenangan Perum Bulog.
“Tapi begitu disampaikan, menteri perdagangan langsung ikut dan menyesuaikan diri,” jelas Wapres JK.
Sebelumnya, dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1/2018 yang terbit minggu lalu juga disebutkan bahwa impor beras untuk keperluan umum dilakukan oleh Bulog, sementara untuk keperluan lain dilakukan oleh BUMN yang mendapatkan persetujuan impor beras dari menteri.
Namun, Kemendag malah mengeluarkan izin impor 500.000 ton kepada BUMN PPI yang akan menyediakan beras untuk keperluan lain, bukan keperluan umum (medium) yang saat ini tengah dibutuhkan untuk mengisi stok nasional.
Saat itu, Kemendag berargumen bahwa beras keperluan khusus tersebut nantinya akan dijual dengan harga beras medium sehingga diharapkan akan menekan harga.
Dengan kembalinya wewenang ke Bulog, maka Wapres JK memastikan bahwa yang akan diimpor oleh Bulog adalah 500.000 ton beras medium. Beras tersebut akan mengisi gudang sebagai cadangan stok beras nasional sampai panen raya tiba.