Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah mengakui bahwa pertumbuhan sektor jasa jauh lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan industri manufaktur.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan bahwa hal tersebut memang menjadi sebuah pekerjaan rumah untuk pemerintah.
"Memang di antara tiga track reform, kebijakan fiskal, kebijakan moneter, dan reform sektor riil, sektor riil yang memang harus di keep up dan lebih cepat lagi," katanya dalam Dialog Perkembangan Makro Fiskal 2017, di Jakarta, Senin (8/1/2018).
Namun, Suahasil tetap optimistis target pertumbuhan 5,4% dapat dicapai pada 2018. Menurutnya, angka ketenagakerjaan yang belum sepenuhnya tercapai adalah sebuah kesempatan. Pemerintah juga kerap memberikan insentif-insentif untuk mempermudah pelaku usaha.
Dia mengatakan, pemerintah mengupayakan agar infrastruktur yang dibangun secara masif dalam 3 tahun ini dapat diikuti dengan fleksibelitas dan reform di sektor riilnya.
Terkait hal tersebut, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, di negara lain seperti Korea Selatan dan China pertumbuhan industri mereka dalam 20 tahun terakhir juga menunjukkan kecendrungan perlambatan dibandingkan dengan sektor jasanya.
"Tapi Korea Selatan itu porsi industri manufakturnya konsisten meningkat dari 1966 di angka 14,8% terhadap PDB menjadi 30,9%" katanya kepada Bisnis, Selasa (9/1/2018).
Sementara itu, Indonesia mengalami deindustrialisasi dini, bukan hanya pertumbuhan industri yang melambat, tetapi juga porsinya terhadap PDB turun.
Bhima mengatakan 2003 adalah puncak share industri terbesar, yaitu 28,2%, dan setelah itu terus turun menjadi 19%.
Selain itu, kebangkitan jasa perdagangan online atau e-commerce di Korea didukung dengan penjualan barang-barang dominan lokal.
"Sedangkan di Indonesia 95% impor, jadi tidak menstimulus industri lokal berkembang," jelasnya.