Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat memproyeksi maksimal output dari hasil wacana pemindahan ibu kota periode kepemimpinan Joko Widodo adalah penyelesaian hasil studi. Hal ini mengingat dibutuhkan waktu yang panjang dalam riset kelayakan hingga mulai merancang draft UU.
Ketua Ikatan Ahli Perencana Jakarta Dhani Muttaqin mengatakan, jika hasil studi sudah ada pun, pemerintah masih harus akan melakukan studi alternatif dan diakhiri dengan studi detail. Paling tidak butuh 5 hingga 10 tahun jika ingin memaksimalkan proses ini.
Menurutnya, meski Kementerian PUPR telah merilis tiga wilayah yang diduga memiliki kelayakan sebagau ibu kota baru tetapi pernyataan resmi harus dikeluarkan oleh Bappenas.
"Di mana pun nanti sejumlah variabel harus dimiliki calon ibu kota baru yakni memuat fungsi guna lahan, tidak berada di hutan lindung, lahan murni milik pemerintah, akses berpotensi dibangun infrastruktur, dan dampak biaya," katanya, Kamis (4/1/2017).
Adapun dalam hal melibatkan swasta, Dhani menilai wajar jika sebagian pihak tidak setuju. Hal ini mempertimbangkan dampak spekulan, komersialisasi, dan tidak tercapainya fungsi lahan sebagai kota publik baru.
Namun, sisi lain pemerintah harus mengakui keahlian swasta dalam hal pengembangan kawasan mandiri. Di Jabodetabek saja, ada 30 titik yang sudah dikembangkan swasta dengan lahan kepemilikan di atas 500 hektare.
Untuk itu, sebaiknya dalam melibatkan swasta pemerintah mulai dengan menjaga status lahan kepemilikan yang murni.
"Mungkin bisa dibuat kebijakan khusus bagi swasta yang mau terlibat tetapi yang penting dilakukan pemerintah adalah memastikan lahan yang digunakan adalah murni miliknya," ujarnya.
Dhani menilai pemerintah juga dapat belajar dari Malaysia yang membutuhkan waktu hingga 20 tahun dalam memindahkan pusat administrasi dari Kuala Lumpur menuju Petrajaya dengan biaya Rp130 triliun.