Bisnis.com, JAKARTA - Pengelolaan blok migas dengan skema bagi hasil gross split dinilai sudah lebih menarik dengan insentif perpajakan yang tertuang di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2017 tentang Perlakuan Perpajakan pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split.
Dengan demikian, dinilai tidak perlu ada insentif tambahan bagi pelaku usaha migas. Ketua Umum Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) Tutuka Ariadji mengatakan insentif perpajakan yang diberikan kepada investor dalam skema pengelolaan blok migas dengan gross split sudah cukup baik.
Dia memandang tidak perlu ada tambahan insentif lagi untuk menarik minat investor agar mau masuk investasi ke blok migas yang masih tersedia.
"Secara umum kan sudah mendukung iklim investasi, seperti pengurangan 100% Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) saat eksplorasi, pembebasan bea masuk impor, dan sebagainya," ujar Tutuka kepada Bisnis, Selasa (2/1/2018).
Di sisi lain, pelaku usaha masih mengkaji peraturan pemerintah yang keluar pada akhir 2017 itu. Direktur Eksekutif Indonesian Petroleum Association (IPA) Marjolijn Wajong mengatakan aturan itu belum tentu lebih baik meski tidak membebankan pajak tidak langsung pada masa eksplorasi, pembangunan proyek, dan belum komersil.
“Namun, kami pun masih mengkaji lebih lanjut terkait PP yang terbit akhir tahun lalu,” ungkapnya.
Marjolijn menuturkan pihaknya juga masih menunggu peraturan menteri terkait pembayaran pajak secara tidak langsung, apakah bisa dikompensasi dengan split atau tidak. Saat ini, aturan itu masih dibahas di Kementerian ESDM.
Dia menyebutkan hal ini juga terkait dengan ketertarikan untuk masuk ke blok migas yang dilelang oleh kementerian ESDM. “Kami masih menunggu aturan tambahan dan kepastian akan ada lelang blok migas yang belum laku. Soalnya, kami juga belum tahu apakah yang dilelang hanya blok yang belum laku atau ditambah dengan blok baru juga,” ujar Marjojin.