Bisnis.com, JAKARTA - Keluarnya AS dari Trans-Pacific Partnership (TPP) ternyata tidak membuat ekspor Vietnam melempem. Pertumbuhan ekonomi negara itu bahkan diproyeksi tumbuh 6,7%, tahun depan.
Dilansir Bloomberg, Rabu (27/12/2017), membaiknya perdagangan internasional serta didukung oleh upah buruh yang rendah dan pekerja usia muda yang melimpah menjadi magnet bagi investasi asing. Nestle SA adalah salah satu perusahaan yang membuka pabrik di Vietnam pada 2017.
Vietnam merupakan negara eksportir terbesar di kawasan Asia Tenggara pada tahun lalu. Sejumlah ekonomi meyakini peningkatan ekspor yang besar terus berlanjut dan mendukung pertumbuhan ekonomi ke level 6,75% tahun ini. Pemerintah Vietnam juga menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,7% pada 2018.
Xuan Hoa Viet Nam Co., yang memproduksi furnitur untuk berbagai perusahaan termasuk Ikea, memproyeksi pertumbuhan ekspor sebesar 20% tahun depan. General Director Xuan Hoa Le Duy Anh mengatakan pihaknya akan berinvestasi US$3 juta di peralatan untuk mendukung peningkatan kapasitas produksi.
"Saya cukup optimistis terhadap target penjualan tahun depan. Kami punya sejumlah pelanggan baru di Eropa dan para pelanggan eksisting juga mengirimkan order yang lebih banyak dibandingkan tahun ini," paparnya.
Deputi General Director Phu Tai Corp. Nguyen Sy Hoe menargetkan pertumbuhan ekspor sebesar 30% untuk 2018. Sekitar 40% penjualannya berasal dari ekspor ke AS, di mana mereka menjadi produsen furniture yang dijual di Wal-Mart Stores Inc.
Porsi ekspor Vietnam ke AS mencapai 22% dari total ekspor negara itu yang mencapai US$177 miliar pada 2016. Oleh karena itu, keluarnya AS dari TPP pada Januari 2017 dipandang sebagai pukulan besar.
Selain furnitur, produk lain yang menjadi kontributor ekspor terbesar adalah ponsel dan suku cadang.
Ekonom Australia & New Zealand Banking Group di Singapura Eugenia Victorino menuturkan Vietnam sedang memasuki masa pertumbuhan dengan peralihan ke sektor manufaktur. "Diversifikasi produk dan pasar memberi jalan untuk perkembangan ekspor. Kami sangat yakin adanya pertumbuhan, meski tetap waspada atas pengaruh warisan utang yang buruk," terangnya.
Namun, ekonom dan Associate Professor di National University of Singapore Vu Minh Khuong menyatakan tetap ada risiko yang harus diperhatikan. "Risiko yang ada kemungkinan muncul dari AS dan beberapa pasar internasional lainnya. Tetapi, sekarang ekonomi sedang bagus dengan indikator yang baik," ujarnya.