Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Investor Arab Mampu Bangun PLTS Terapung dengan Harga Murah

Investor Uni Emirat Arab menyatakan mampu membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung di Indonesia meski dengan harga jual listrik yang murah. Ini berbeda dengan investor dalam negeri yang menolak beleid harga jual listrik tersebut.
Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS)/Antara
Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS)/Antara

Bisnis.com, JAKARTA-- Investor Uni Emirat Arab menyatakan mampu membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung di Indonesia  dengan harga jual listrik yang murah. Ini berbeda dengan investor dalam negeri yang menolak beleid harga jual listrik tersebut.
 
Direktur Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Rida Mulyana mengatakan, investor dari Timur Tengah mampu membangun PLTS, meski pemerintah menetapkan harga jual listrik kepada PT PLN (Persero) hanya US$6 cent per kilo watt hour.
 
"Investor Arab mau bangun lagi PLTS terapung, seperti di PLTS Terapung Cirata yang dibangun Masdar [perusahaan Arab]. Saya bilang harga jual listriknya US$6 cent per kWh, bagaimana? Mereka bilang, mereka sanggup," kata Rida, saat menggelar konferensi pers, Rabu (27/12).
 
Namun, Rida belum menjelaskan terkait perusahaan dan dimana lokasi yang akan dibangun oleh investor Uni Emirat Arab tersebut. Dia hanya mengatakan, pembangunan PLTS terapung tersebjt sudah bisa dilaksanakan pada 2018.
 
Pemerintah menetapkan harga listrik yang murah untuk efisiensi dan pemerataan pembangunan. Acuanya, 85% dari biaya pokok produksi (BPP) PLN. Seperti di Jawa Barat, harga listrik sesuai dengan 85% BPP menkadi US$6 cent per kWh.
 
Beleid itu tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM no.50/2017 tentang Pemanfataan Energi Baru Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

Sementara itu, pengembang dalam negeri justru tidak mampu membangun pembangkit listrik energi baru terbarukan dengan harga jual listrik yang sama. Pengembang menilai harga listrik yang diatur itu terlalu rendah sehingga tidak profit.
 
 Sejumlah kelompok pelaku usaha seperti Hipmi, Kadin dan Asosiasi Pengusaha PLTA terus mendesak pemerintah untuk mengubah aturan tersebut.
 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper