Bisnis.com, PADANG — Untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan di daerah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sumatra Barat menyasar 32.000 penyandang disabilitas di daerah itu agar mendapatkan akses keuangan.
Plt Kepala Perwakilan OJK Sumbar Darwisman mengatakan literasi keuangan tidak hanya untuk masyarakat umum, tetapi juga menyentuh penyandang disabilitas yang sebenarnya memiliki potensi ekonomi yang besar.
“Kami juga edukasi penyandang disabilitas soal keuangan. Ternyata jumlahnya di Sumbar cukup banyak mencapai 32.000 jiwa. Umumnya mereka juga kreatif, tetapi masih belum mendapatkan akses keuangan yang baik,” katanya, Senin (18/12/2017).
Dia mencontohkan di beberapa daerah seperti Bukittinggi dan Payakumbuh banyak penyandang disabilitas yang memiliki berbagai usaha, seperti kerajinan tangan, makanan olahan, dan usaha kreatif lainnya.
Usaha-usaha tersebut, imbuhnya, harus mendapatkan akses modal dari perbankan, agar bisa berkembang dan berkontribusi untuk mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Darwisman menuturkan, OJK akan terus melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai layanan keuangan, mengingat angka literasi keuangan di Sumbar tergolong masih rendah bahkan masih di bawah angka nasional.
Untuk tahap awal, edukasi kepada penyandang disabilitas melibatkan 124 orang dan menyusul difabel lainnya. OJK mengharapkan penyandang disabilitas juga bisa mendapatkan akses keuangan melalui perbankan, baik untuk tabungan, kredit, maupun program perbankan lainnya.
Data survei OJK 2016 misalnya, mencatatkan tingkat literasi keuangan di Sumbar baru 27,27%, sedangkan tingkat inklusi keuangan baru mencapai 66,91%.
Adapun, secara nasional tingkat literasi sudah mencapai 29,7%, sedangkan tingkat inklusi mencapai 67,8%. Targetnya pada 2019, tingkat literasi dipatok mencapai 35% dan tingkat inklusi 75%.
Silma Sari, Ketua Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia Sumbar mengapresiasi otoritas yang melakukan edukasi kepada penyandang disabilitas, karena selama ini mereka cenderung awam mengenai industri jasa keuangan.
“Selama ini ada diskriminasi dari industri keuangan kepada penyandang disabilitas, khususnya tuna netra yang tidak dapat mengakses ATM,” katanya.
Dia menyebutkan selama ini, penyandang tunanetra sulit untuk membuat kartu ATM karena penyedia layanan tidak memberikan izin, kecuali atas dampingan keluarga.
Menurutnya, penyandang disabilitas perlu mendapatkan akses dan layanan keuangan yang sama dengan masyarakat umumnya, karena azas inklusi, semuanya punya hak untuk mendapatkan layanan.