Bisnis.com, YOGYAKARTA - Pemerintah dinilai kurang inovatif ketika mendorong masyarakat mengonservasi lahan gambut. Inovasi dapat dilakukan dengan memberi insentif kepada swasta yang mampu mengelola sekaligus melindungi lahan gambut.
Peneliti dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI), Riyanto, mengatakan kondisi yang muncul saat ini justru disinsentif dengan melarang penanaman di atas lahan gambut pascakebakaran hutan dan lahan pada 2015.
Peraturan Pemerintah No 57/2016 tentang Perlindungan dan Pemanfaatan Lahan Gambut misalnya, melarang aktivitas budidaya di atas lahan gambut yang ditetapkan sebagai kawasan lindung.
Padahal menurut dia, pemanfaatan lahan gambut tidak menjadi masalah sepanjang tinggi muka air tanah 40 cm dari permukaan dapat dipertahankan untuk menjaga lahan gambut tetap basah.
"Mestinya ada win-win solution berupa inovasi baru yang aspek ekonominya dapat, aspek lingkungannya juga dapat," kata Riyanto dalam Media Gathering PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Yogyakarta pada Rabu (13/12/2017).
Inovasi itu bisa dalam bentuk insentif pengurangan pajak penghasilan (PPh) atau pajak pertambahan nilai (PPN). Dengan demikian, swasta akan berupaya keras mengelola gambut dengan prinsip ramah lingkungan. Kebakaran hutan dan lahan pun dapat dicegah.
Jika penggodokan insentif itu memerlukan waktu, jalan tengah jangka pendek bisa ditempuh pemerintah dengan kembali ke ketentuan peralihan dalam pasal 45 huruf (a) PP No 71/2014 yang menyebutkan izin usaha dan/atau kegiatan memanfaatkan ekosistem gambut pada fungsi lindung yang diberikan sebelum PP terbit, berlaku hingga izin berakhir.