Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Toto Pranoto

Associate Director BUMN Research Group LM FEB Universitas Indonesia

Toto Pranoto Alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, meraih gelar magister manajeman dan doktor dari universitas yang sama.

Lihat artikel saya lainnya

Opini: Kebijakan Restrukturisasi Bisnis ala China Way

Pemerintah China juga mendorong pertumbuhan sektor swasta melalui kebijakan dual business structure, yang menyeimbangkan peran BUMN dan swasta.
Bendera China berkibar dengan latar belakang gedung bertingkat yang ada di Hongkong, China. Bloomberg/ Paul Yeung
Bendera China berkibar dengan latar belakang gedung bertingkat yang ada di Hongkong, China. Bloomberg/ Paul Yeung

Bisnis.com, JAKARTA - China saat ini dikenal se­­ba­­gai salah satu kekuatan eko­­nomi ter­­­be­­­sar dunia. Berdasarkan data 2023, GDP China mencapai US$17,795 mi­­­liar, menjadikannya pe­­­ring­­­kat kedua setelah Ame­­­­­­rika Serikat yang men­­­catatkan US$27,361 miliar.

Perbedaan mencolok juga terlihat pada struktur eko­­nomi kedua negara: sektor jasa (tersier) mendominasi AS sebesar 83%, sementara di China baru mencapai 55%, dengan sektor se­­­kun­­­der (manufaktur) me­­­nyum­­­bang 38% dan sektor primer sebesar 7%. Jika meng­­gu­­na­­kan pendekatan pur­­chasing power parity (PPP), GDP China bahkan dapat melampaui AS.

Kecepatan China dalam mencapai pertumbuhan ekonomi ini dimulai sejak era reformasi Deng Xiaoping di awal 1980-an. Dengan prinsip pragmatis “tidak peduli warna kucingnya, sepanjang bisa menangkap tikus,” Xiaoping membuka ekonomi pasar yang sebelumnya didominasi negara.

Proses privatisasi dilakukan besar-besaran, memindahkan kepemilikan jutaan badan usaha—dari tingkat desa hingga nasional—ke sektor swasta. Langkah ini mempercepat modernisasi ekonomi, meningkatkan produktivitas, dan kesejahteraan masyarakat.

Meskipun sektor swasta berkembang pesat, BUMN tetap memainkan peran strategis. Di tingkat nasional, BUMN dikelola oleh State Asset Supervision and Administration Commission (SASAC). Pada 2023, SASAC mengawasi 98 BUMN yang mencakup sektor strategis seperti energi, pertahanan, dan infrastruktur.

Pemerintah daerah juga memiliki 665 perusahaan daerah (BUMD). Kontribusi BUMN sangat signifikan, menyumbang pendapatan operasional sebesar US$12,11 triliun atau sekitar 68% GDP, dan menyerap 56,12 juta tenaga kerja, setara 7,65% angkatan kerja nasional.

Tiga BUMN besar—State Grid, Sinopec, dan CNOOC—bahkan masuk dalam daftar Fortune Global 500. Total, ada 129 perusahaan asal China yang masuk dalam daftar tersebut pada 2022, melebihi AS yang mencatatkan 123 perusahaan. Dari jumlah tersebut, 90 adalah BUMN, sisanya perusahaan swasta. Sebagai perbandingan, negara-negara Asean hanya menyumbangkan 6 perusahaan di daftar yang sama.

Bagaimana BUMN China bisa berkembang menjadi perusahaan global? Dalam salah satu diskusi penulis dengan Prof Edward Tsie, pengajar pada CKGSB, salah satu business school paling terkemuka di China, disampaikan bahwa kombinasi antara birokrasi negara (Partai Komunis China/PKC) dan professional diaspora adalah kuncinya.

SASAC merekrut lulusan terbaik dari universitas di AS dan Eropa untuk memimpin perusahaan, sementara birokrat elite PKC mengawasi kinerja mereka sebagai dewan pengawas. Selain itu, banyak BUMN didorong untuk mencatatkan sahamnya di bursa, seperti Shanghai, Shenzhen, dan Beijing, guna meningkatkan disiplin keuangan dan tata kelola modern.

Di sisi lain, pemerintah China juga mendorong pertumbuhan sektor swasta melalui kebijakan dual business structure, yang menyeimbangkan peran BUMN dan swasta dalam pembangunan ekonomi. Filosofi “56789” menjadi pedoman: sektor swasta diharapkan menyumbang 50% pajak, 60% GDP, 70% inovasi teknologi, 80% lapangan kerja perkotaan, dan 90% jumlah badan usaha.

Hasilnya, sektor swasta berkembang pesat, terutama di era internet boom. Raksasa seperti Tencent, Alibaba, dan Bytedance memimpin pasar global, sementara perusahaan rintisan (startup) berbasis teknologi mendominasi. Pada 2024, China memiliki 164 unicorn dengan valuasi di atas US$1 miliar. Nama-nama seperti Tokopedia, Bukalapak, dan Lazada di Indonesia bahkan mendapatkan investasi dari Alibaba, Tencent, dan Bytedance.

Tak hanya di sektor teknologi, China juga memimpin di industri kendaraan listrik, baterai lithium-ion, dan panel surya. Pada 2023, ekspor dari ketiga sektor ini mencapai US$150,43 miliar, meningkat 29% dari tahun sebelumnya. BYD, misalnya, berhasil menjadi salah satu pemain besar di pasar kendaraan listrik, bersaing langsung dengan Tesla.

Peran pemerintah, baik pusat maupun daerah, sangat vital dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Pemerintah pusat mengarahkan kebijakan melalui program seperti Made in China 2025, yang menargetkan China sebagai kekuatan manufaktur berteknologi tinggi. Pemerintah daerah diberi KPI berbasis pertumbuhan ekonomi dan investasi, dengan kewenangan menerbitkan obligasi daerah untuk pembiayaan proyek strategis.

Pemerintah juga memberikan insentif menarik bagi investor asing, seperti yang diterima Tesla saat membangun pabrik di Shanghai pada 2019. Tesla mendapatkan fasilitas tanah murah, pinjaman investasi, serta insentif pajak. Keberadaan Tesla mendorong perusahaan lokal seperti BYD untuk meningkatkan inovasi dan bersaing di pasar global.

Alokasi dana riset juga menjadi kunci utama. Pada 2023, China menginvestasikan US$ 0,46 triliun untuk R&D, setara 2,62% GDP, menjadikannya produsen paten terbesar di dunia. Sistem pendidikan juga diarahkan untuk menghasilkan lulusan dengan keterampilan teknologi tinggi.

Hasilnya, China unggul dalam 37 dari 44 bidang sains kritis menurut survei ASPI 2023, termasuk kecerdasan buatan, material canggih, dan energi terbarukan.

Sinergi antara BUMN dan sektor swasta, didukung oleh kebijakan inovatif dan insentif pemerintah, telah menjadikan China sebagai kekuatan ekonomi global. Kombinasi antara manajemen modern, inovasi teknologi, dan dukungan penuh pemerintah mendorong transformasi ekonomi China ke arah pembangunan berkelanjutan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Toto Pranoto
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper