Bisnis.com, JAKARTA — PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan pengembang listrik swasta perlu membangun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang menggunakan boiler atau ketel uap yang mampu mengolah batu bara berkalori tinggi untuk meningkatkan pasar domestik batu bara.
Batu bara dalam negeri paling banyak digunakan untuk bahan bakar PLTU. Namun, di Indonesia, PLTU masih menggunakan batu bara kadar sedang dan rendah.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan, PLN dan IPP bisa lebih efisien menggunakan kalori batu bara yang tinggi, karena emisinya rendah dan lebih ramah lingkungan.
“Ibaratnya, seperti penggunanaan bahan bakar mobil. Lebih hemat pakai Premium atau Pertamax? Sebenarnya lebih hemat pakai Pertamax, pembakarannya bagus, meski harganya lebih mahal. Makanya PLN dan IPP perlu membangun PLTU yang dapat mengolah batu bara kalori tinggi, untuk ke depannya,” katanya menjawab bisnis, Kamis (7/12).
Menurutnya, saat ini, PLTU di Indonesia masih menggunakan boiler yang mampu membakar batu bara kalori sedang dan rendah. PLN dan IPP membutuhkan investasi yang lebih mahal untuk membeli ketel uap untuk kalori tinggi.
“Selain itu, PLN dan IPP memanfaatkan cadangan batu bara yang berkalori sedang dan rendah. Cadangan batu bara dengan kalori tinggi di Indonesia hanya sedikit,” katanya.
Hendra menilai, wajar bila perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) batu bara berkalori tinggi seperti Borneo Olah Sarana Sukses (BOSS) mengekspor batu baranya ke luar negeri. Jepang menjadi sasaran utama perusahaan yang terletak di Kutai Barat, Kalimantan Timur tersebut.
“Kalau negara Jepang dan Korea Selatan mereka lebih memilih menggunakan batu bara kalori tinggi. Jadi, wajar jika masih ada IUP yang ekspornya tinggi.”