Bisnis.com, JAKARTA- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bersama Japan External Trade Organization (JETRO), Small & Medium Entreprises of Japan (SMEJ), Tokyo SME Support Center, dan PT Bank Maybank Indonesia Tbk memfasilitasi business matching kerja sama usaha kecil dan menengah antarkedua negara.
Head of Permanent Committee Institutional and Partnership National International SME's and Cooperation Kadin Ratna Anggarwati Sudibyo mengatakan usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan penopang ekonomi Indonesia karena tingkat penyerapan tenaga kerjanya besar, serta mampu tetap bertahan di tengah krisis.
Menurut dia, kemitraan antara perusahaan Jepang dan Indonesia sebenarnya sudah lama terjalin, di antaranya di bidang agribisnis, pangan, ritel, dan tekstil. Namun, mulai tahun depan kerja sama tidak hanya dilakukan dalam bentuk produk tapi juga alih keterampilan dan teknologi.
"Kami berharap business matching ini bisa berlanjut pada kolaborasi antara UKM kedua negara," ujar Ratna di sela-sela Japan-Indonesia SME Business Matching, Senin (4/12/2017).
Tercatat 12 perusahaan Jepang yang ikut serta dalam business matching itu. Sementara itu, Kadin sudah mempunyai data atas sekitar 2.000 pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) lokal yang berpotensi bekerja sama dengan perusahaan Jepang. Angka tersebut berasal dari data Indonesia-Japan Business Matching Support Desk (IJ-BMSD), program kolaborasi antara Kadin dan JETRO yang berjalan sejak akhir 2016.
Chairman SMEJ Association Indonesia Yasunobu Shiraishi menuturkan investasi perusahaan Jepang yang ditanamkan di Indonesia terus meningkat. Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga terbilang stabil dibandingkan negara-negara tujuan investasi lainnya, didukung oleh konsumsi dalam negeri yang tinggi, dan populasi yang besar.
Saat ini, terdapat sekitar 2.500 perusahaan Jepang di Indonesia. Dari jumlah itu, sebanyak 65% di antaranya bergerak di manufaktur dan 35% lainnya di sektor ritel serta jasa.
"Kalau di Indonesia, barang cenderung dibuat murah. Jepang punya kelebihan dari sisi kualitas, sedangkan Indonesia punya pengetahuan dari sisi biaya. Ini menjadi kolaborasi yang bagus," terang dia.
Data Kementerian Perdagangan (Kemendag) menunjukkan transaksi perdagangan antara kedua turun 14,7% dalam periode 2012-2016, menjadi US$29,08 miliar dari sebelumnya US$52,9 miliar. Namun, dalam sembilan bulan pertama 2017 realisasinya kembali tumbuh sebesar 11,63% secara tahunan, menjadi US$23,79 miliar dari sebelumnya US$21,31 miliar.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), penanaman modal asing dari Negeri Sakura mencapai US$1,1 miliar per kuartal III/2017. Angka itu meningkat 13,3% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Dalam kesempatan yang sama, President Director of Jakarta Office JETRO Daiki Kasugahara menyatakan sejak kehadiran IJ-BMSD, pihaknya telah beberapa kali menggelar business matching di Jakarta. Ke depannya, kegiatan yang sama bakal didorong ke luar Pulau Jawa karena potensi UKM Indonesia tidak hanya berada di ibukota.
Saat ini, sebanyak 90% investasi Jepang berada di Pulau Jawa. "Kami ingin dorong kerja sama di bidang manufaktur supaya UKM Indonesia bisa bersaing dengan negara lain. Indonesia punya banyak potensi, tapi sekarang pengusaha Jepang lebih banyak melirik Vietnam dan Thailand," papar dia.
Selain daya saing, faktor yang berpengaruh terhadap minat perusahaan Jepang untuk masuk ke Indonesia adalah panjangnya proses perizinan berusaha dan penerapan pajak yang tinggi. Pemerintah Indonesia diharapkan melanjutkan pemangkasan regulasi serta meningkatkan transparansi usaha agar dapat menarik minat investor asing.
Adapun Maybank Indonesia membantu memberikan layanan perbankan bagi para pelaku usaha, di antaranya remitansi, pembiayaan perdagangan (trade finance), dan layanan valuta asing. Bank tersebut telah bekerja sama dengan 11 bank regional Jepang dan melayani 520 perusahaan serta lebih dari 3.500 ekspatriat dari negara tersebut.